MAKALAH
“PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA BANI UMAYYAH”
MAKALAH INI DISUSUN SEBAGAI TUGAS
MATA KULIAH SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
DOSEN PENGAMPU: HELDA NUR ANIA, M.Pd.I
DISUSUN OLEH:
MITA NURHABIBAH NIM (14723023)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN NURUL HUDA TANAH
MERAH KAMPUS C
2016 M/1438 H
KATA
PENGANTAR
بسم الله الرحمن الحيم
Alhamdulillah puji dan syukur
kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah–Nya sehingga saya
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Pendidikan Islam Pada Masa Bani Umayyah ini.
Dalam
penyusunan makalah ini, dengan kerja keras dan dukungan dari berbagai pihak, saya
telah berusaha untuk dapat memberikan yang terbaik dan sesuai dengan
harapan, walaupun di dalam pembuatannya saya menghadapi kesulitan,
karena keterbasan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang saya
miliki.
Ucapan terima kasih dan rasa penghargaan saya berikan kepada semua pihak
yang telah membantu serta membimbing sehingga tersusunnya makalah ini,
khususnya:
1.
Ibu Helda Nur Ania, M.Pd.I. selaku dosen pembimbing
mata kuliah Sejarah Pendidikan Islam PAI.
2.
Teman-teman yang telah memberikan dukungan dan
dorongan kepada saya.
Saya menyadari
masih banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan dalam menyusun makalah
ini. Untuk itu kritik dan saran yang membangun saya harapkan, agar dikemudian
hari saya dapat menyusun dengan lebih baik, dan saya minta maaf atas
kekurangan, walau demikian saya berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi
pembaca. Aamiin.
Tanah Merah, 10 Oktober
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.............................................................................................. i
KATA PENGANTAR............................................................................................ ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah....................................................................................... 1
C. Tujuan.......................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A.
Latar Belakang Sosial, Politik, Dan Keagamaan......................................... 3
B.
Perkembangan Lembaga Pendidikan Islam................................................ 6
C.
Madrasah Dan Universitas.......................................................................... 11
D. Tokoh-Tokoh Pendidikan
Beserta Kontribusinya....................................... 13
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................................. 15
B. Saran............................................................................................................ 15
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dengan berakhirnya
kekuasaan khalifah Ali ibn Abi Thalib, maka lahirlah kekuasan bani Umayyah.
Pada periode Ali dan Khalifah sebelumnya pola kepemimpinan masih mengikuti
keteladanan Nabi. Para khalifah dipilih melalui proses musyawarah. Hal ini
berbeda dengan masa setelah khulafaur rasyidin atau masa dinasti-dinasti yang
berkembang sesudahnya, yang dimulai pada masa dinasti bani Umayyah. Adapun
bentuk pemerintahannya adalah berbentuk kerajaan, kekuasaan bersifat feodal (penguasaan
tanah/daerah/wilayah, atau turun memurun. Untuk mempertahankan kekuasaan,
khilafah berani bersikap otoriter, adanya unsur kekerasan, diplomasi yang
diiringi dengan tipu daya, serta hilangnya musyawarah dalam pemilihan khilafah.
Bani Umayyah berkuasa
kurang lebih selama 91 tahun. Reformasi cukup banyak terjadi, terkait pada
bidang pengembangan dan kemajuan pendidikan Islam. Perkembangan ilmu tidak
hanya dalam bidang agama semata melainkan juga dalam aspek teknologinya.
Sementara sistem pendidikan masih sama ketika Rasul dan khulafaur rasyidin,
yaitu kuttab yang pelaksanaannya berpusat di masjid.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana latar belakang sosial, politik, dan
keagamaan pada masa Bani Umayyah?
2.
Seperti apa perkembangan lembaga pendidikan Islam
pada masa Bani Umayyah?
3.
Apa saja Madrasah dan Universitas yang berdiri
pada masa Bani Umayyah?
4.
Siapa saja tokoh-tokoh pendidikan pada masa Bani
Umayyah beserta kontribusinya?
C. Tujuan
1.
Mengetahui latar belakang sosial, politik, dan
keagamaan pada masa Bani Umayyah.
2.
Mengetahui perkembangan lembaga pendidikan Islam
pada masa Bani Umayyah.
3.
Mengetahui Madrasah dan Universitas apa saja
yang berdiri pada masa Bani Umayyah.
4.
Mengetahui siapa saja tokoh-tokoh pendidikan pada
masa Bani Umayyah beserta kontribusinya.
BAB II
PEMBAHASAN
PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA BANI UMAYYAH
A. Latar Belakang Sosial, Politik, Dan
Keagamaan Pada Masa Bani Umayyah
Kekhalifahan Bani
Umayyah didirikan oleh Muawiyah bin Abi Sufyan pada tahun 41 Hijriah dan
berakhir pada tahun 132 H. Dengan demikian, Bani Umayyah berkuasa lebih kurang
91 tahun. Nama-nama khalifah Bani Umayyah yang tergolong menonjol adalah
Muawiyah bin Abi Sufyan (661-680), Abd al-Malik ibn Marwan(685-705 M), al-Walid
ibn Abd al-Malik (705-715 M), Umar ibn Abd al-Aziz(717-720 M), dan Hisyam ibn
Abd al-Maalik (724-743 M).[1]
Masa kekhalifahan
Bani Umayyah selain banyak diisi dengan program-program besar, mendasar, dan
strategis, juga banyak melahirkan golongan dan aliran dalam islam, serta
perkembangan ilmu agama, ilmu umum, kebudayaan, dan peradaban.
Diantara program
besar, mendasar dan strategis di zaman Bani Umyyah adalah perluasan wilayah
Islam. Di zaman Muawiyah Tunisa dapat ditaklukan. Di sebelah Timur, Muawiyah
dapat menguasai daerah Khurasan sampai ke sungai Axus dan Afghanistan hingga ke
Kabul. Angkatan lautnya melakukan serangan-serangan ke ibu kota Bizantium dan
Konstantinopel. Ekspansi ke timur yang dilakukan Muawiyah kemudian dilanjutkan
oleh Khalifah Abd al-Malik. Dia mengirim tentara menyeberangi sungai Oxus dan
berhasil menundukan Balkh, Bukhara, Khawarizm, Ferghana, dan Samarkand.
Tentaranya bahkan sampai ke India dan dapat menguasai Balukhistan, Sind, dan
daerah Punyab sampai ke Maltan.[2]
Selanjutnya
ekspensi secara besar-besaran dilanjutkan pada zaman al-Walid bin Abdul Malik.
Sejarah mencatat bahwa masa pemerintahan al-Malik adalah masa ketentraman,
kemakmuran, kertiban, dan kebahagiaan. Pada masa pemerintahan yang berlangsung
lebih kurang 10 tahun itu tercatat suatu ekpedisi militer dari Afrika Utara
menuju wilayah Barat Daya, Benua Eropa yaitu pada tahun 711 M. Setelah
al-Jazair dan Maroko dapat ditundukan Tariq bin Ziyad pemimpin pasukan islam
menyebrangi selat yang memisahkan antara Maroko dengan benua Erofa, dan
mendarat disuatu tempat yang sekarang dikenal dengan Gibraltal. Tentara Spanyol
dapat dikalahkan dan dengan demikian ibu kota Spanyol Kordofa dengan cepat
dapat dikuasai begitu juga dengan kota-kota lain seperti Seville, Elvira dan
Toledo. Di zaman Umar bin Abd Al-Aziz, perluasan wilayah dilanjutkan ke
Perancis melalui pegunungan Piranee, dibawah Komandan Abd al-Rahman Ibn
Abdullah al-Ghafiqi. Ia mulai dengan menyerang Boredeau, Politiers, dan terus
ke Tours. Naamun dalam peperangan yang terjadi dikota Tours, al-Ghafiqi
terbunuh, dan tentaranya mundur kembali ke Spanyol.
Melalui berbagai
keberhasilan ekspansi tersebut, maka wilayah kekuasaan Islam di zaman Bani
Umayyah, di samping Jazirah Arabia dan sekitarnya, juga telah menjangkau
Spanyol, Afganistan, Pakistan, Turkemenia, Uzbek, dan Kirgis di Asia Tengah.
Dibidang sosial
dan pembangunan, Bani Umayyah berhasil mendirikan berbagai banguanan di
berbagai bidang. Muawiyah mendirikan dinas pos dan tempat-tempat tertentu
dengan menyediakan kuda yang lengkap dengan peralatannya di sepanjang jalan.
Dia juga berusaha menertibkan angkatan bersenjata dan mencetak mata uang. Pada
masanya, jabatan khusus seorang qadli
adalah seorang spesialis dibidangnya. Abd. al-Malik mengubah mata uang
Bizantium dan Persia yang dipakai didaerah–daerah yang dikuasai Islam. Untuk
itu, dia mencetak mata uang tersendiri pada tahun 659 M dengan memakai
kata-kata dan tulisan Arab. Khalifah Abdul Malik juga berhasil melakukan
pembenahan-pembenahan administrasi pemerintahan dan memberlakukan bahasa Arab
sebagai bahasa resmi Administrasi pemerintahan Islam. Selanjutnya dizaman
al-Walid ibn Abd al-Malik (705-715) seorang yang berkemauan keras dan
berkemampaun melaksanakan pembangunan panti-panti untuk orang cacat yang para
petugasnya digaji oleh negara. Selain itu, al-Walid juga membangun jalan raya
yang menghubungkan suatu daerah dengan daerah lainnya, pabrik, gedung
pemerintahan, dan masjid yang megah.
Dalam bidang
keagamaan, pada masa Bani Umayyah ditandai dengan munculnya berbagai aliran
keagamaan yang bercorak politik ideologis. Mereka itu antara lain golongan
Syi’ah, Khawarij dengan berbagai sektenya: Azariqah, Najdat Aziriyah, Ibadiyah,
Ajaridah dan Shafariyah, golongan Mu’tazilah, Maturidiyah, Asy’ariyah,
Qadariyah, dan Jabariyah. Berbagai aliran dan golongan keagamaan ini terkadang
melakukan gerakan dan pemberontakan terhadap pemerintahan yang sah. Dengan
terbunuhnya Husein di Karbela, perlawanan orang-orang Syi’ah tidak pernah
padam. Banyak pemberontakan yang dipelopori kaum Syi’ah. Yang terkenal
diantaranya pemberontakan Mukhtar di Kufah pada tahun 685-687 M. Selain itu,
terdapat pula gerakan Abdullah bin Zubair. Ia membina gerakan oposisinya di
Mekkah setelah dia menolak sumpah setia terhadap Yazid. Akan tetapi, dia baru
menyatakan dirinya secara terbuka sebagai khalifah setelah Husein ibn Ali
terbunuh.
Selain gerakan diatas, gerakan anarkis yang
dilancarkan kelompok Khawarij dan Syi’ah juga dapat diredakan. Keberhasilan
memberantas gerakan itulah yang membuat orientasi pemerintahan dinasti ini
dapat diarahkan kepada pengamanan daerah kekuasaan diwilayah timur yang
meliputi kota disekitar Asia Tengah dan wilayah Afrika bagian utara, bahkan
membuka jalan untuk menaklukkan Spanyol.
Situasi politik,
sosial, dan keagamaan mulai membaik terjadi pada masa pemerintahan khalifah
Umar ibn Abd. Al-Aziz ( 717-720). Ketika dinobatkan sebagai khalifah, dia
menyatakan bahwa memperbaiki dan meningkatkan negeri yang berada dalam wilayah
Islam lebih baik daripada menambah perluasannya. Ini berarti bahwa prioritas
utama adalah pembangunan dalam negeri. Meskipun masa pemerintahannyas sangat
singkat, Umar ibn Abd. Al-Aziz dapat dikatakan berhasil menjalin hubungan baik
dengan golongan Syi’ah. Dia juga memberikan kebebasan kepada penganut agama
lain untuk beribadah sesuai dengan keyakinan dan kepercayaannya. Pajak
diperingan dan kedudukan Mawali (umat Islam yang bukan keturunan Arab, berasal
dari Persia, dan Armenia), disejajarkan dengan Muslim Arab.
B. Perkembangan Lembaga Pendidikan Islam Pada
Masa Bani Umayyah
Pada masa dinasti
Umayyah pola pendidikan bersifat desentrasi,. Kajian ilmu yang ada pada periode
ini berpusat di Damaskus, Kufah, Mekkah, Madinah, Mesir, Cordova dan beberapa
kota lainnya, seperti: Basrah dan Kuffah (Irak), Damsyik dan Palestina (Syam),
Fistat (Mesir). Diantara ilmu-ilmu yang dikembangkannya, yaitu: kedokteran,
filsafat, astronomi atau perbintangan, ilmu pasti, sastra, seni baik itu seni
bangunan, seni rupa, maupun seni suara.
Pada masa
khalifah-khalifah Rasyidin dan Umayyah sebenarnya telah ada tingkat pengajaran,
hampir sama seperti masa sekarang. Tingkat pertama ialah Kuttab, tempat
anak-anak belajar menulis dan membaca, menghafal Al-Qur’an serta belajar
pokok-pokok Agama Islam. Setelah tamat Al-Qur’an mereka meneruskan pelajaran ke
masjid. Pelajaran di masjid itu terdiri dari tingkat menengah dan tingkat
tinggi. Pada tingkat menengah gurunya belumlah ulama besar, sedangkan pada
tingkat tingginya gurunya ulama yang dalam ilmunya dan masyhur ke’aliman dan
kesalehannya.
Umumnya pelajaran
diberikan guru kepada murid-murid seorang demi seorang. Baik di Kuttab atau di
Masjidpada tingkat menengah. Pada tingkat tinggi pelajaran diberikan oleh guru
dalam satu halaqah yang dihadiri oleh pelajar bersama-sama.
Ilmu-ilmu yang
diajarkan pada Kuttab pada mula-mulanya adalah dalam keadaan sederhana, yaitu:
a.
Belajar membaca dan menulis
b.
Membaca Al-Qur’an dan menghafalnya
c.
Belajar pokok-pokok agama Islam, seperti cara
wudhu, shalat, puasa dan sebagainya.
Ilmu-ilmu yang
diajarkan pada tingkat menengah dan tinggi terdiri dari:
a.
Al-Qur’an dan tafsirannya.
b.
Hadis dan mengumpulkannya.
c.
Fiqh (tasri’).
Pemerintah dinasti
Umayyah menaruh perhatian dalam bidang pendidikan. Memberikan dorongan yang
kuat terhadap dunia pendidikan dengan penyediaan sarana dan prasarana. Hal ini
dilakukan agar para ilmuan, para seniman, dan para ulama mau melakukan
pengembangan bidang ilmu yang dikuasainya serta mampu melakukan kaderisasi
ilmu. Di antara ilmu pengetahuan yang berkembang pada masa ini adalah:
1.
Ilmu agama, seperti: Al-Qur’an, Haist, dan Fiqh.
Proses pembukuan Hadist terjadi pada masa Khalifah Umar ibn Abdul Aziz sejak
saat itulah hadis mengalami perkembangan pesat.
2.
Ilmu sejarah dan geografi, yaitu segala ilmu
yang membahas tentang perjalanan hidup, kisah, dan riwayat. Ubaid ibn Syariyah
Al Jurhumi berhasil menulis berbagai peristiwa sejarah.
3.
Ilmu pengetahuan bidang bahasa, yaitu segla ilmu
yang mempelajari bahasa, nahu, saraf, dan lain-lain.
4.
Budang filsafat, yaitu segala ilmu yang pada
umumnya berasal dari bangsa asing, seperti ilmu mantik, kimia, astronomi, ilmu
hitung dan ilmu yang berhubungan dengan itu, serta ilmu kedokteran.
Lembaga-lembaga
pendidikan yang berkembang pada zaman bani Umayyah, selaibn masjid, kuttab, dan
rumah sebagaiman yang telah ada sebelumnya, juga ditambah dengan lembaga
pendidikan seperti Istana, Badiah, Perpustakaan, Al-Bimaristan, Kuttab, Masjid,
dan Majelis Sastra.
a.
Istana
Pendidikan di
Istana bukan saja mengajarkan ilmu pengetahuan umum, melainkan juga mengajarkan
tentang kecerdasan, jiwa, dan raga anak.
b.
Badiah
Lembaga pendidikan
Badiah ini muncul seiring dengan kebijakan pemerintah bani Umayyah untuk
melakukan program arabisasi yang digagas oleh khalifa Abdul Malik ibn Marwan.
Secara harfiah Badiah artinya dusun badui di Padang Sahara yang didalamnya terdapat bahasa Arab
yang masih fasih dan murni sesuai dengan kaidah bahasa Arab.
c.
Perpustakaan
Perpustakaan
tumbuh dan berkembang seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan ilmu
pengetahuan serta kegiatan penelitian dan penu;isan karya ilmiah. Pada
pendidikan dan pengajaran yang berbasis penelitian, perpustakaan memgang
peranan yang sangat penting. Ia menjadi jantung sebuah lembaga pendidikan.
d.
Al-Bimaristan
Al-Bimaristan
adalah rumah sakit tempat berobat dan merawat orang serta sekaligus berfungsi
sebagai tempat melakukan magang dan penelitian bagi calon dokter. Di masa
sekarang Al-Baristan dikenal dengan istilah Teaching Hospital (rumah sakit
pendidikan).
e.
Kuttab
Anak memerlukan
pendidikan dan pelajaran yang lebih intensif agar memperoleh hasil yang
diharapkan, tertib dan teratur. Cara demikian ini tidak mungkin dilakukan
dirumah. Karena itu diperlukan tempat dan ruang khusus di luar rumah.
Menempatkan
anak-anak belajar di masjid, akan menimbulkan kegaduhan orang lain yang sedang
melaksanakan ibadahnya. Selain itu kebersihan mesjid pun tidak terjamin. Sifat
daripada anak-anak adalah aktif selalu bergerak tanpa menghiraukan keadaan
sekelilingnya.
Jalan keluar dari
kesulitan ini adalah mendirikan ruangan khusus di luar rumah dan di luar
ruangan masjid. Tempat belajar anak-anakn ini kemudian disebut kuttab.
Dalam perkembangan
selanjutnya, kuttab ini mengalami perubahan-perubahan dan perkembangan bentuk
serta sistem organisasinya. Akan tetapi bentuk kuttab yang pertama masih tetap
menjalankan fungsinya yang semula, dengan guru-gurunya terdiri dari orang-orang
dzimmi yang melulu mengajar menulis dan membaca. Kuttab ini mulai muncul pada
zaman al-Hajjaj ibn Yusuf Ats-tsaqafi. Dalam kuttab ini anak-anak mulai
menghafal al-Qur’an secara teratur, karena ia merupakan sumber kehidupan
keagaman dan dasar pembinaan yang dibutuhkan oleh setiap muslim. Menurut Prof,
Dr, A Salabi “Kuttab dari jenis ini sebagai suatu rumah perguruan untuk umum,
adalah hasil perkembangan dari pendidikan putera raja-raja dan pembesarnya.
f.
Masjid
Masjid sangat erat
hubungannya dengan sejarah pendidikan Islam, ia merupaka n suatu lembaga
pendidikan Islam sejak awal dibangun oleh Nabi Muhammad Saw. dari mesjid ini
dikumandangkan seruan iman, taqwa, akhlaq dan ajaran-ajaran kemasyarakatan;
baik yang berhubungan dengan individu kenegaraan maupun yang berhubungan dengan
sosial ekonomi dan sosial budaya yang adil dan beradab serta diridhai Allah
Swt.
Peranan mesjid
sebagai pusat pendidikan dan pengajaran senantiasa terbuka lebar bagi setiap orang yang merasa dirinya mampu dan
cakap untuk memberikan atau mengajarkan ilmunya kepada orang yang hasus akan
ilmu pengetahuan. Setelah pelajaran anak-anak di kuttab berakhir, mereka
melanjutkan pendidikannya ke tingkat menengah yang dilakukan di masjid.
Dalam masjid
terdapat dua tingkatan sekolah; tingkat menengah dan tingkat perguruan tinggi.
Pelajaran yang diberikan dalam tingkat menengah dilakukan secara perorangan.
Sedang pada tingkat perguruan tinggi dilakukan secara halaqah, murid duduk
bersama mengelilingi gurunya yang memberikan pelajaran kepada mereka. Ditingkat
menengah diberikan mata pelajaran al-Quran dan Tafsir, Hadits dan Fiqih.
Sedangkan pada tingkat perguruan tinggi diberikan pelajaran Tafsir, Hadits,
Fikih, dan Syari’at Islam.
g.
Majelis Sastra
Majelis sastra
adalah perkembangan dari mesjid yang biasa dilakukan oleh para khulafaur
rasyidin bersama para sahabat lainnya untuk bermusyawarah dan diskusi tentang
masalah-masalah yang memerlukan pemecahan secara tuntas. Dalam majelis ini para
sahabat mempunyai kebebasan yang penuh dalam mengemukakan kritikan-kritikan dan
pendapat mereka.
Musyawarah dan
diskusi mengandung unsur pendidikan yang meliputi pengunaan dan pengendalian
akal pikiran serta perasaan dan tata tertib berdasarkan ketentuan-ketentuan
atau dalil-dalil yang berlaku. Selain itu dalam majelis ini juga terjadi proses
transformasi ilmu pengetahuan, permasalahan yang dikemukakan dan hasil
pemecahannya kepada peserta.[3]
Ada dinemika
tersendiri yang menjadi karakteristik pendidikan Islam pada waktu itu, yakni
dibukanya wacana kalam (baca: disiplin teologi) yang berkembang ditengah-tengah
masyarakat. Sebagaimana dipahami dari konstitusi sejarah Bani Umayyah yang
bersamaan dengan kelahirannya hadir pula tentang orang yang berbuat dosa besar,
wacana kalam tidak dapat dihindari dari perbincangan kesehariannya, meskipun
wacana ini dilatarbelakangi oleh faktor-faktor politis. Perbincangan ini
kemudian telah melahirkan sejumlah kelompok yang memiliki paradigmas berpikir
secara mandiri.
Pola pendidikan
pada periode Bani Umayyah telah berkembang jika dilihat dari aspek
pengajarannya, walaupun sistemnya masih sama seperti pada masa Nabi dan
khulafaur rasyidin. Pada masa ini peradaban Islam sudah bersifat internasional
yang meliputi tiga benua, yaitu sebagian Eropa, sebagian Afrika dan sebagian
besar Asia yang kesemuanya itu dipersatukan dengan bahasa Arab sebagai bahasa
resmi Negara.
C. Madrasah Dan Universitas Pada Masa Bani
Umayyah
Perluasan negara
Islam bukanlah perluasan dengan merobohkan dan menghancurkan, bahkan perluasan
dengan teratur diikuti oleh ulama-ulama dan guru-guru agama yang turut
bersama-sama tentara Islam. Pusat pendidikan telah tersebar di kota-kota besar
sebagai berikut:Di kota Mekkah dan Madinah (Hijaz). Di kota Basrah dan Kufah
(Irak). Di kota Damsyik dan Palestina (Syam). Di kota Fistat (Mesir).
Madrasah-madrasah
yang ada pada masa Bani Umayyah adalah sebagai berikut:
1)
Madrasah Mekkah: Guru pertama yang mengajar di
Makkah, sesudah penduduk Mekkah takluk, ialah Mu’az bin Jabal. Ialah yang
mengajarkan Al Qur’an dan mana yang halal dan haram dalam Islam. Pada masa
khalifah Abdul Malik bin Marwan Abdullah bin Abbas pergi ke Mekkah, lalu
mengajar disana di Masjidil Haram. Ia mengajarkan tafsir, fiqh dan sastra.
Abdullah bin Abbaslah pembangunan madrasah Mekkah, yang termasyur seluruh
negeri Islam.
2)
Madrasah Madinah: Madrasah Madinah lebih
termasyur dan lebih dalam ilmunya, karena di sanalah tempat tinggal
sahabat-sahabat nabi. Berarti disana banyak terdapat ulama-ulama terkemuka.
3)
Madrasah Basrah: Ulama sahabat yang termasyur di
Basrah ialah Abu Musa Al-asy’ari dan Anas bin Malik. Abu Musa Al-Asy’ari adalah
ahli fiqih dan ahli hadist, serta ahli Al Qur’an. Sedangkan Abas bin Malik
termasyhur dalam ilmu hadis. Al-Hasan Basry sebagai ahli fiqh, juga ahli pidato
dan kisah, ahli fikir dan ahli tasawuf. Ia bukan saja mengajarkan ilmu-ilmu
agama kepada pelajar-pelajar, bahkan juga mengajar orang banyak dengan
mengadakan kisah-kisah di masjid Basrah.
4)
Madrasah Kufah: Madrasah Ibnu Mas’ud di Kufah
melahirkan enam orang ulama besar, yaitu: ‘Alqamah, Al-Aswad, Masroq, ‘Ubaidah,
Al-Haris bin Qais dan ‘Amr bin Syurahbil. Mereka itulah yang menggantikan
Abdullah bin Mas’ud menjadi guru di Kufah. Ulama Kufah, bukan saja belajar
kepada Abdullah bin Mas’ud menjadi guru di Kufah. Ulama Kufah, bukan saja
belajar kepada Abdullah bin Mas’ud. Bahkan mereka pergi ke Madinah.
5)
Madrasah Damsyik (Syam): Setelah negeri Syam
(Syria) menjadi sebagian negara Islam dan penduduknya banyak memeluk agama
Islam. Maka negeri Syam menjadi perhatian para Khilafah. Madrasah itu
melahirkan imam penduduk Syam, yaitu Abdurrahman Al-Auza’iy yang sederajat
ilmunya dengan Imam Malik dan Abu-Hanafiah. Mazhabnya tersebar di Syam sampai
ke Magrib dan Andalusia. Tetapi kemudian mazhabnya itu lenyap, karena besar
pengaruh mazhab Syafi’I dan Maliki.
6)
Madrasah Fistat (Mesir): Setelah Mesir menjadi
negara Islam ia menjadi pusat ilmu-ilmu agama. Ulama yang mula-mula madrasah
madrasah di Mesir ialah Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘As, yaitu di Fisfat (Mesir
lama). Ia ahli hadis dengan arti kata yang sebenarnya. Karena ia bukan saja
menghafal hadis-hadis yang didengarnya dari Nabi S.A.W., melainkan juga
dituliskannya dalam buku catatan, sehingga ia tidak lupa atau khilaf
meriwayatkan hadis-hadis itu kepada murid-muridnya. Oleh karena itu banyak sahabat
dan tabi’in meriwayatkan hadis-hadis dari padanya.
Karena
pelajar-pelajar tidak mencukupkan belajar pada seorang ulama di negeri tempat
tinggalnya, melainkan mereka melawat ke kota yang lain untuk melanjutkan
ilmunya. Pelajar Mesir melawat ke Madinah, pelajar Madinah melawat ke Kufah,
pelajar Kufah melawat Syam, pelajar Syam melawat kian kemari dan begitulah
seterusnya. Dengan demikian dunia ilmu pengetahuan tersebar seluruh kota-kota
di Negara Islam.
D. Tokoh-Tokoh Pendidikan Pada Masa Bani
Umayyah Beserta Kontribusinya
Tokoh-tokoh
pendidikan pada masa Bani Umayyah terdiri dari ulama-ulama yang menguasai
bidangnya masing-masing seperti dalam bidang tafsir, hadist, dan Fiqh. Selain
para ulama juga ada ahli bahasa/sastra.
Ø
Ulama-ulama tabi’in ahli tafsir, yaitu: Mujahid,
‘Athak bin Abu Rabah, ‘Ikrimah, Sa’id bin Jubair, Masruq bin Al-Ajda’, Qatadah.
Pada masa tabi’in tafsir Al-Qur’an
bertambah luas dengan memasukkan Israiliyat dan Nasraniyat, karena banyak
orang-orang Yahudi dan Nasrani memeluk agama Islam. Di antara mereka yang
termasyhur: Ka’bul Ahbar, Wahab bin Munabbih, Abdullah bin Salam, Ibnu Juraij.
Ø
Ulama-ulama Hadist: Kitab bacaan satu-satunya
ialah al-Qur’an. Sedangkan hadis-hadis belumlah dibukukan. Hadis-hadis hanya
diriwayatkan dari mulut ke mulut. Dari mulut guru ke mulut muridnya, yaitu dari
hafalan uru diberikannya kepada murid, sehingga menjdi hafalan murid pula dan
begitulah seterusnya. Setengah sahabat dan pelajar-pelajar ada yang mencatat
hadist-hadist itu dalam buku catatannya, tetapi belumlah berupa buku menurut
istillah kita sekarang.
Ulama-ulama sahabat yang banyak
meriwayatkan hadis-hadis ialah: Abu Hurairah (5374 hadist), ‘Aisyah (2210
hadist), Abdullah bin Umar (± 2210 hadist), Abdullah bin Abbas (± 1500 hadist),
Jabir bin Abdullah (±1500 hadist), Anas bin Malik (±2210 hadist)
Ø
Ulama-ulama ahli Fiqh: Ulama-ulama tabi’in Fiqih
pada masa bani Umayyah diantaranya adalah:, Syuriah bin Al-Harits, ‘alqamah bin
Qais, Masuruq Al-Ajda’,Al-Aswad bin Yazid
Kemudian diikuti oleh murid-murid
mereka, yaitu: Ibrahim An-Nakh’l (wafat tahun 95 H) dan ‘Amir bin Syurahbil As
Sya’by (wafat tahun 104 H). sesudah itu digantikan oleh Hammad bin Abu Sulaiman
(wafat tahubn 120 H), guru dari Abu Hanafiah.
Ø
Ahli bahasa/sastra: Seorang ahli bahasa seperti
Sibawaih yang karya tulisnya Al-Kitab, menjadi pegangan dalam soal berbahasa
arab. Sejalan dengan itu, perhatian pada syair Arab jahiliahpun muncul kembali
sehingga bidang sastra arab mengalami kemajuan. Di zaman ini muncul
penyair-penyair seperti Umar bin Abu Rabiah, Jamil al-uzri, Qys bin Mulawwah
yang dikenal dengan nama Laila Majnun, Al-Farazdaq, Jarir, dan Al akhtal.
sebegitu jauh kelihatannya kemajuan yang dicapai Bani Umayyah terpusat pada
bidang ekspansi wilayah, bahasa dan sastra arab, serta pembangunan fisik. Sesungguhnya
dimasa ini gerakan-gerakan ilmiah telah berkembang pula, seperti dalam bidang
keagamaan, sejarah dan filsafat. Dalam bidang yang pertama umpamanya dijumpai
ulama-ulama seperti Hasan al-Basri, Ibnu Syihab Az-Zuhri, dan Wasil bin Ata.
Pusat kegiatan ilmiah ini adalah Kufah dan Basrah di Irak. Khalid bin Yazid bin
Mu’awiyah adalah seorang orator dan penyair yang berpikir tajam. Ia adalah
orang pertama yang menerjemahkan buku-buku tentang astronomi, kedokteran, dan
kimia.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian di
atas dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa keadaan pendidikan pada masa
kekuasaan bani Umayyah sudah lebih berkembang dibandingkan pada zaman Khulafur
Rasyidin. Perkembangan pendidikan tersebut yang paling menonjol adalah pada
aspek kelembagaan dan ilmu yang diajarkan. Pada aspek kelembagaan telah muncul
dan berkembang lembaga pendidikan baru, yakni istana, badiah, perpustakaan, dan
bimaristan. Adapun ilmu yang diajarkan bukan hanya bidang agama saja, melainkan
juga ilmu-ilmu umum. Namun demikian, ilmu-ilmu agama masih dominan dibandingkan
dengan ilmu umum. Adapun bila kita lihat dari segi sistemnya masih bersifat
sederhana dan konvensional, dan belum dapat disamakan dengan sistem pendidikan
yang sudah berkembang seperti pada saat ini.
Perkembangan
pendidikan yang demikian itu karena dipengaruhi oleh situasi politik, sosial,
dan keagamaan yang secara keseluruhan belum mendukung kegiatan pendidikan.
secara politik, masa bani Umayyah yang berlangsung lebih kurang 90 tahun
terlalu banyak digunakan untuk melakukan perluasan wilayah serta meredam
berbagai gejolak dan pemberontakan.
B. Saran
Ada sebuah pepatah
yang mengatakan “tidak ada gading yang tak retak”. Karena itulah penulis
senantiasa menyadari bahwa begitu banyak kekurangan- kekurangan dan kesalahan-kesalahan
yang terdapat dalam makalah ini. Maka dari pada itu, penulis mengharapkan
kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sekalian agar kedepannya
penulis bisa berusaha menjadi lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Nata, Abuddin. 2014. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group.
Pendidikan
Pada Zaman Bani Umayyah (http://islaminstituthere.blogsspot.com/judul=makalah-pendidikan-pada-zaman-bani_10.html?m.
diakses 05 Oktober
2016).
Sejarah
Pendidikan Islam Pada Masa Bani Umayah (http://akitephos.wordpress.com/judul=sejarah-pendidikan-islam/
di akses 05 Oktober 2016).
[1] Abuddin Nata. Sejarah Pendidikan Islam .(Jakarta:
Kencana Prenadamedia Group, 2014) hlm.127
[2] Pendidikan Pada Zaman Bani Umayyah (http://islaminstituthere.blogsspot.com/judul=makalah-pendidikan-pada-zaman-bani_10.html?m.
diakses 05 Oktober
2016)
[3] Sejarah Pendidikan Islam Pada Masa Bani Umayah (http://akitephos.wordpress.com/judul=sejarah-pendidikan-islam/
di akses 05 Oktober 2016)
Izin copy
BalasHapusizin copy ya ...terima kasih sebelumnya
BalasHapus