MAKALAH
“PEMBERIAN SKOR DAN SISTEM PENILAIAN”
MAKALAH INI DISUSUN SEBAGAI
TUGAS
MATA KULIAH PENGEMBANGAN
SISTEM EVALUASI
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
DOSEN PENGAMPU : MARLINA,
M.Pd.I
DISUSUN OLEH:
MITA NURHABIBAH (NIM
: 14723023)
MUSTIKA ARUM (NIM
: 14723028)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN
ILMU PENDIDIKAN
NURUL HUDA
2016
KATA PENGANTAR
بسم الله الرحمن الحيم
Alhamdulillah
puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah–Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Pemberian Skor dan Sistem
Penilaian ini.
Dalam penyusunan makalah ini,
dengan kerja keras dan dukungan dari berbagai pihak, kami telah berusaha
untuk dapat memberikan yang terbaik dan sesuai dengan harapan, walaupun
di dalam pembuatannya kami menghadapi kesulitan, karena keterbasan
ilmu pengetahuan dan keterampilan yang kami miliki.
Ucapan terima kasih dan rasa
penghargaan kami berikan kepada semua pihak yang telah membantu serta
membimbing sehingga tersusunnya makalah ini, khususnya:
1.
Ibu Marlina, M.Pd.I. selaku dosen pembimbing mata
kuliah Pengembangan Sistem Evaluasi PAI.
2.
Teman-teman yang telah memberikan dukungan dan
dorongan kepada kami.
Kami menyadari masih banyak kekurangan dan masih jauh
dari kesempurnaan dalam menyusun makalah ini. Untuk itu kritik dan saran yang
membangun kami harapkan, agar dikemudian hari kami dapat menyusun dengan lebih
baik, dan kami minta maaf atas kekurangan, walau demikian kami berharap semoga
makalah ini bermanfaat bagi pembaca. Aamiin.
Tanah Merah, April 2016
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata pengantar........................................................................................................... i
Daftar isi.................................................................................................................... ii
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang.......................................................................................... 1
B.
Rumusan Masalah...................................................................................... 1
C.
Tujuan........................................................................................................ 2
BAB
II PEMBAHASAN
A.
Kriteria Ketuntasan Minimal..................................................................... 3
B.
Teknik Pemberian Skor.............................................................................. 6
1.
Pemberian skor untuk
tes bentuk benar-salah.................................... 7
2.
Pemberian skor untuk
tes bentuk jawab singkat................................ 7
3.
Pemberian skor untuk
tes bentuk menjodohkan................................. 8
4.
Pemberian skor untuk
tes bentuk uraian............................................. 8
5.
Pemberian skor untuk
tes bentuk tugas.............................................. 10
6.
Cara Memberi Skor untuk Domain Psikomotor................................. 10
7.
Cara Memberi Skor Skala Sikap (Afektif)......................................... 11
C.
Penilaian Acuan Patokan dan Penilaian Acuan Normatif......................... 11
1.
Penilaian Acuan Patokan.................................................................... 11
2.
Penilaian Acuan Normatif.................................................................. 12
3.
Perbedaan Penilaian Acuan Patokan dan
Penilaian
Acuan Normatif.................................................................. 12
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan................................................................................................ 14
B.
Saran.......................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Evaluasi adalah suatu proses merencanakan, memperoleh dan menyediakan
informasi yang sangat diperlukan untuk membuat alternatif-alternatif keputusan.
Sesuai dengan pengertian tersebut maka setiap kegiatan evaluasi atau penilaian
merupakan suatu proses yang sengaja direncanakan untuk memperoleh informasi
atau data. Berdasarkan data tersebut kemudian dicoba membuat suatu keputusan.
Sudah barang tentu informasi atau data yang dikumpulkan itu haruslah data yang
sesuai dan mendukung tujuan evaluasi yang direncanakan.
Dalam hubungan dengan kegiatan pengajaran, evaluasi adalah suatu proses
yang sistematis untuk menentukan atau membuat keputusan sampai sejauh mana
tujuan-tujuan pengajaran telah dicapai ssiwa.
Dengan kata-kata yang berbeda evaluasi pendidikan ialah penaksiran
terhadap pertumbuhan dan kemajuan siswa ke arah tujuan-tujuan atau nilai-nilai
yang telah ditetapkan di dalam kurikulum.
Dalam dunia pendidikan pasti dilakukan suatu evaluasi, salah satunya
dengan cara tes dikumpulkan dan kemudian dilakukan penilaian dan pemberian
skor. Dan dalam makalah ini akan membahas sedikit tentang pemeberian skor dan
penilaian.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) dan bagaimana cara
menetukannya?
2.
Bagaimana teknik pemberian skor?
3.
Apa perbedaan Penilaian Acuan Normatif dan Penilaian Acuan Patokan?
C. Tujuan
1.
Mengetahui pengertian Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM) dan cara menetukannya.
2.
Mengetahui teknik pemberian skor.
3.
Mengetahui perbedaan Penilaian Acuan Normatif dan Penilaian Acuan Patokan.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBERIAN SKOR DAN SISTEM
PENILAIAN
A.
Kriteria Ketuntasan
Minimal (KKM)
Kriteria ketuntasan minimal (KKM)
adalah tingkat pencapaian kompetensi dasar mata pelajaran oleh peserta didik
per mata pelajaran.
KKM ditetapkan oleh sekolah pada awal tahun pelajaran dengan
memperhatikan:
1.
Tingkat
Kompleksitas: kesulitan dan kerumitan setiap Kompetensi Dasar (KD)
dan indikator yang harus dicapai oleh peserta didik.
2.
Daya
dukung: ketersedian
tenaga, sarana dan prasarana pendidikan, biaya operasional pendidikan,
kepedulian stakeholder sekolah, manajemen sekolah.
3.
Intake: (kemampuan rata-rata peserta didik) untuk kelas VII SMP atau kelas X SMA bisa berdasarkan
hasil seleksi Penerimaan Peserta didik Baru (PPDB), atau Nilai Ujian Nasional
(NUN), nilai raport kelas 6 SD atau IX SMP. Untuk kelas VIII, IX SMP atau kelas XI, XII SMA bisa berdasarkan KKM
pada semester atau kelas sebelumnya.
Berdasarkan
Permendikbud 81 A tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum dan Pedoman Umum
Pembelajaran dinyatakan bahwa.
·
Ketuntasan minimal untuk seluruh kompetensi dasar pada
kompetensi pengetahuan dan kompetensi keterampilan yaitu 2.66 (B-)
·
Untuk KD-KD yang terdapat pada KI-3 dan KI-4, peserta
didik dinyatakan tuntas belajar apabila pencapaian nilai ≥ 2.66 dari hasil test formatif.
·
Untuk KD pada KI-1 dan
KI-2, ketuntasan peserta didik dilihat dari sikap seluruh mata pelajaran, jika
jika profil sikap peserta didik secara umum berada pada kategori baik (B) menurut standar yang ditetapkan
satuan pendidikan yang bersangkutan maka ia dinyatakan tuntas.
Implikasi dari ketuntasan
belajar tersebut adalah sebagai berikut:
a)
Untuk KD pada KI-3 dan
KI-4, diberikan remedial individual sesuai dengan kebutuhan peserta didik yang
memperoleh nilai kurang dari 2.66.
b)
Untuk KD pada KI-3 dan
KI-4, diberikan kesempatan untuk melanjutkan pelajarannya ke KD selanjutnya kepada
peserta didik yang memperoleh nilai 2.66
atau lebih dari 2.66
c)
Untuk KD pada KI-3 dan
KI-4, diadakan remedial klasikal sesuai dengan kebutuhan apabila lebih dari 75% peserta didik memperoleh nilai
kurang dari 2.66
d)
Untuk KD pada KI-1 dan
KI-2. Peserta didik yang secara umum profil sikapnya belum berkategori baik,
maka dilakukan pembinaan secara holistik (oleh guru kelas, matapelajaran, guru
BK, dan orang tua).
Hal yang harus diperhatikan dalam menentukan KKM
1.
Hitung jumlah Kompetensi Dasar (KD) setiap mata
pelajaran setiap kelas.
2.
Tentukan kekuatan/nilai untuk setiap aspek/komponen,
sesuaikan dengan kemampuan masing-masing aspek:
a)
Aspek Kompleksitas:
semakin komplek (sukar) KD maka nilainya semakin rendah tetapi semakin
mudah KD maka nilainya semakin tinggi. Tingkat kesulitan materi dipandang dari
sudut penguasaan guru terhadap materi tersebut. Semakin baik penguasaan guru
terhadap materi semakin kecil tingkat kompleksitasnya.
b) Aspek Sumber Daya Pendukung: semakin tinggi
sumber daya pendukung maka nilainya semakin tinggi.
c)
Aspek Intake: semakin
tinggi kemampuan awal siswa (intake) maka nilainya semakin tinggi.
3.
Jumlahkan nilai setiap komponen, selanjutnya dibagi 3
untuk menentukan KKM setiap KD.
4.
Jumlahkan seluruh KKM KD, selanjutnya dibagi dengan
jumlah KD untuk menentukan KKM mata pelajaran.
5.
KKM setiap mata pelajaran pada setiap kelas tidak sama
tergantung pada kompleksitas KD, daya dukung, dan potensi (Inteks) siswa.
Panduan
Konversi skor dari (1-100) ke (1-4)
INTERVAL SKOR
|
HASIL KONVERSI
|
PREDIKAT
|
KRITERIA SIKAP
|
96-100
|
4.00
|
A
|
SB
|
91-95
|
3.66
|
A-
|
|
86-90
|
3.33
|
B+
|
B
|
81-85
|
3.00
|
B
|
|
75-80
|
2.66
|
B-
|
|
70-74
|
2.33
|
C+
|
C
|
65-69
|
2.00
|
C
|
|
60-64
|
1.66
|
C-
|
|
55-59
|
1.33
|
D+
|
K
|
< 54
|
1.00
|
D
|
Keterangan: SB: Sangat
Baik, B: Baik, C: Cukup,
K: Kurang
Cara
penentuan KKM:
1. Dengan cara memberikan poin:
No.
|
Kriteria Nilai
|
Nilai
|
||
Tinggi
|
Sedang
|
Rendah
|
||
1
|
Kompleksitas
|
1
|
2
|
3
|
2
|
Daya Dukung
|
3
|
2
|
1
|
3
|
Intake
|
3
|
2
|
1
|
Jika
indikator memiliki kriteria: kompleksitas rendah, daya dukung tinggi dan intake
siswa sedang maka nilai KKM-nya adalah: (3 + 3 + 2) : 9 x 100 = 88,89.
2.
Dengan
memberikan rentang nilai
No.
|
Kriteria Nilai
|
Nilai
|
||
Tinggi
|
Sedang
|
Rendah
|
||
1
|
Kompleksitas
|
50 - 64
|
65 - 80
|
81 -100
|
2
|
Daya Dukung
|
81 -100
|
65 - 80
|
50 - 64
|
3
|
Intake
|
81 -100
|
65 - 80
|
50 - 64
|
Nilai
KKM indikator adalah rata-rata dari nilai ketiga kriteria yang ditentukan.
Contoh: kompleksitas sedang (75), daya dukung tinggi (95), dan intake sedang
(70), maka nilai KKM indikator:(75 + 95 + 70) : 3 = 80.
B. Teknik Pemberian
Skor
Penskoran
merupakan langkah pertama dalam proses pengolahan hasil tes. Penskoran adalah
suatu proses pengubahan jawaban-jawaban tes menjadi angka-angka.
Angka-angka
hasil penskoran itu kemudian diubah menjadi nilai-nilai melalui suatu proses
pengolahan tertentu. Penggunaan simbol untuk menyatakan nilai-nilai itu ada
yang dengan angka, seperti angka dengan rentangan 0 – 10, 0 – 100, 0 – 4, dan
ada pula yang dengan huruf A, B, C, D, dan E (Ngalim
Purwanto, 1994:70). Cara
menskor hasil tes biasanya disesuaikan dengan bentuk soal-soal tes yang
dipergunakan, apakah tes objektif atau tes essay, atau dengan
bentuk lain.
1.
Pemberian skor untuk
tes bentuk benar-salah
Dalam
menentukan angka atau skor untuk tes bentuk benar-salah ini kita dapat
menggunakan 2 cara, yaitu:
(1) Tanpa denda, dan
(2) Dengan denda.
Tanpa
denda adalah banyaknya angka yang diperoleh siswa sebanyak jawaban yang cocok
dengan kunci. Sedangkan dnegan denda (karena diragukan ada unsur tebakan),
digunakan 2 macam rumus berikut (Zainal
Arifin, 2009:225-226).
Pertama,
dengan rumus:
S = R - W
|
S = Score
R = Right
W = Wrong
Skor yang diperoleh
siswa sebanyak jumlah soal yang benar dikurangi dengan jumlah soal yang salah.
Kedua,
dengan rumus:
S = T – 2W
|
T =
Total, artinya jumlah soal dalam tes
2.
Pemberian skor untuk
tes bentuk jawab singkat (short answer test)
Tes
bentuk jawab singkat adalah bentuk tes yang menghendaki jawaban berbentuk kata
atau kalimat pendek. Maka jawaban untuk tes tersebut tidak boleh berbentuk
kalimat-kalimat panjang, tetapi harus sesingkat mungkin dan mengandung satu
pengertian. Dengan persyaratan inilah maka bentuk tes ini dpaat digolongkan ke
dalam bentuk tes objektif.
Dengan
mengingat jawaban yang hanya satu pengertian saja. Maka angka bagi tiap nomor
soal mudah ditebak. usaha yang dikeluarkan oleh siswa sedikit, tetapi lebih
sulit daripada tes bentuk betul-salah atau pilihan ganda. Dalam tes bentuk ini,
sebaiknya tiap soal diberi angka 2 (dua). Tetapi apabila jawabannya bervariasi
misalnya lengkap sekali, lengkap, dan kurang lengkap, maka angkanya dapat
dibuat bervariasi pula misalnya 2, 1,5, dan 1 (Zainal
Arifin, 2009:228-229).
3.
Pemberian skor untuk
tes bentuk menjodohkan (matching)
Pada
dasarnya tes bentuk menjodohkan adalah tes bentuk pilihan ganda, dimana
jawaban-jawaban dijadikan satu, demikian pula pertanyaan-pertanyaannya.
Karena
tes bentuk menjodohkan adalah tes bentuk pilihan ganda yang lebih kompleks.
Maka angka yang diberikan sebagai imbalan juga harus lebih banyak. Sebagai
ancar-ancar dapat ditentukan bahwa angka untuk tiap nomor adalah 2 (dua) (Suharsimi Arikunto,
2009:229-230).
4.
Pemberian skor untuk
tes bentuk uraian
Sebelum
menyusun sebuah tes uraian sebaiknya kita tentukan terlebih dahulu pokok-pokok
jawaban yang kita kehendaki. Dengan demikian, maka akan mempermudah kita dalam
mengoreksi tes itu.
Tidak
ada jawaban yang pasti terhadap tes bentuk uraian ini. Jawaban yang kita
peroleh akan sangat beraneka ragam, beda antara siswa yang satu dengan siswa
yang lain. Langkah-langkah pemberian skornya adalah:
1)
Membaca soal pertama
dari seluruh siswa untuk memperoleh gambaran mengenai lengkap tidaknya jawaban
yang diberikan siswa secara keseluruhan.
2)
Menentukan angka
untuk soal pertama tersebut. Misalnya jika jawabannya lengkap diberi angka 5,
kurang sedikit diberi angka 4, begitu seterusnya.
3)
Mengulangi
langkah-langkah tersebut untuk soal tes kedua, ketiga, dan seterusnya.
4)
Menjumlahkan
angka-angka yang diperoleh oleh masing-masing siswa untuk tes bentuk uraian.
Alternatif
kedua untuk pemberian skor pada tes bentuk uraian adalah dengan menggunakan
cara pemberian angka yang relatif. Misalnya untuk sesuatu nomor soal jawaban
yang paling lengkap hanya mengandung 3 unsur, padahal yang kita kita
menghendaki 5 unsur, maka kepada jawaban yang paling lengkap itulah kita
berikan angka 5, sedangkan yang menjawab hanya 2 atau 1 unsur, kita beri angka
lebih sedikit, yaitu misalnya 3,5; 2; 1,5; dan seterusnya.
Apa
yang telah diterangkan di atas ini adalah cara memberikan angka dengan
menggunakan atau mendasarkan pada norma kelompok(norm referenced test).
Apabila dalam memberikan angka menggunakan atau mendasarkan pada standar
mutlak (Criterion referenced test), maka langkah-langkahnya adalah:
1)
Membaca setiap
jawaban yang diberikan oleh siswa dan dibandingkan dengan kunci jawaban yang
telah disusun.
2)
Membubuhkan skor di
sebelah kiri setiap jawaban. Ini dilakukan per nomor soal.
3)
Menjumlahkan
skor-skor yang telah dituliskan pada setiap soal.
Dengan
cara ini maka skor yang diperoleh siswa tidak dibandingkan dnegan jawaban
paling lengkap yang diberikan oleh siswa lain, tetapi dibandingkan dengan
jawaban lengkap yang dikehendaki dan sudah ditentukan oleh guru (Suharsimi Arikunto, 2009:230-232).
5.
Pemberian skor untuk
tes bentuk tugas (Suharsimi
Arikunto, 2009:234-235)
Tolak
ukur yang digunakan sebagai ukuran keberhasilan tugas adalah:
1)
Ketepatan waktu
2)
Bentuk fisik
pengerjaan tugas yang menandkan keseriusan dalam mengerjakan tugas.
3)
Sistematika yang
menunjukkan alur keruntutan pikiran.
4)
Kelengkapan isi
menyangkut ketuntasan penyelesaian dan kepadatan isi.
5)
Mutu hasil tugas,
yaitu kesesuaian hasil dengan garis-garis yang sudah ditentukan oleh guru.
Dalam
mempertimbangkan nilai akhir perlu dipikirkan peranan masing-masing aspek
kriteria tersebut, misalnya:
-
Ketepatan waktu, diberi bobot 2
-
Bentu fisik, diberi bobot 1
-
Sistematika, diberi bobot 3
-
Kelengkapan isi, diberi bobot 3
-
Mutu hasil, diberi bobot 3
Maka
nilai akhir untuk tugas tersebut diberikan rumus:
NAT
= NAT adalah Nilai Akhir Tugas
6.
Cara Memberi Skor untuk Domain Psikomotor
Dalam domain
psikomotor, pada umumnya yang diukur adalah penampilan atau kinerja. Untuk
mengukurnya, guru dapat menggunakan tes tindakan melalui simulasi, unjuk kerja
atau tes identifikasi. Salah satu instrument yang dapat digunakan adalah skala
penilaian yang terentang dari Sangat Baik (5), Baik (4), Cukup (3), Kurang Baik
(2), sampai dengan Tidak Baik (1).
7.
Cara Memberi Skor Skala Sikap (Afektif)
Untuk mengukur
sikap dan minat belajar siswa, guru dapat menggunakan alat penilaian model
skala, seperti sikap dan skala minat. Skala sikap dapat menggunakan lima skala,
yaitu; Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Tahu (TT), Tidak Setuju (TS), dan
Sangat Tidak Setuju (STS). Skala yang digunakan 5,4,3,2,1 (untuk pernyataan
positif) dan 1,2,3,4,5 (untuk pernyataan negative). Begitupun dengan skala
minat, guru dapat menggunakan lima skala, seperti Sangat Berminat (SB),
Berminat (B), Sama Saja (SS), Kurang Berminat (KB), dan Tidak Berminat
(TB).
C. Penilaian
Acuan Patokan dan Penilaian Acuan Normatif
Sesudah evaluasi sumatif dibuat, guru biasnya menetapkan nilai, skor, atau
grade hasil kerja siswa. Guru sering merasa puas dalam menetapkan skor para
siswa yang diajarnya, tetapi juga tidak jarang, ia menggerutu atau kecewa,
karena hasil belajar para siswanya ternyata banyak yang jeblok atau di bawah
rerata skor yang telah ditetapkan. Dalam memutuskan skor atau grade hasil
belajar, para guru biasanya akan memilih satu diantara dua dasar penilaian,
yaitu:
1)
Prosedur
acuan patokan (criterion referenced procedure)
2)
Prosedur
acuan normatif (norm referenced procedure)
1. Penilaian Acuan Patokan
Penilaian Acuan Patokan (PAP) juga
sering disebut criterion evaluationmerupakan pengukuran lain dengan menggunakan
acuan beda. Dalam pengukuran ini penampilan siswa dikomparasikan dengan
kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dalam tujuan instruksional,
bukan dengan penampilan siswa lain. Keberhasilan siswa dalam prosedur acuan
patokan tergantung pada penguasaan materi atas kriteria yang telah dijabarkan
dalam item-item pertanyaan guna mendukung tujuan instruksional (M.Sukardi,
2015:59).
2.
Penilaian Acuan
Normatif
Penilaian Acuan Normatif (PAN) merupakan pendekatan klasik, karena
tampilan pencapaian hasil belajar siswa pada suatu tes dibandingkan dengan
penampilan siswa lain yang mengikuti tes yang sama. Pengukuran ini digunakan
sebagai metode pengukuran yang menggunakan prinsip belajar kompetitif. Menurut
prinsip pengukuran normatif, tes baku pencapaian diadministrasi dan penampilan
baku normatif dikalkulasi untuk kelompok-kelompok pengambil tes yang
bervariasi. Skor yang dihasilkan siswa dalam tes yang sama dibandingkan dengan
hasil populasi atau hasil keseluruhan yang telah dibakukan.
Guru kelas kemudian mengikuti asas yang sama, mengukur pencapaian hasil
belajar seorang siswa, dengan tetap membandingkan terhadap siswa lain dalam tes
yang sama. Seperti dalam evaluasi empiris, guru melakukan pengukuran,
mengadministrasi tes, menghitung skor, merangking skor, dari tes tertinggi
sampai yang terendah, menentukan skor rerata menentukan simpangan baku dan
variannya.
Dalam menentukan asas normatif ini, guru kemudian membuat semua grade
untuk semua siswa dengan mengaitkannya dengan nilai atau grade C dan simpangan
baku kelas. Pada tes yang tidak dibakukan, siswa pada posisi rerata yang
digunakan sebagai acuan dengan penempatan grade yang diperoleh masing-masing
siswa (M. Sukardi, 2015:59).
3. Perbedaan PAN dan PAP didasarkan
atas 3 kriteria:
a.
Perbedaan PAP
dan PAN ditinjau dari Pengembangan Tes
No.
|
CRT (PAP)
|
NRT (PAN)
|
1.
|
CRT
hanya terdiri dari soal-soal tes yang didasarkan pada tujuan khusus
pembelajaran
|
Soal tes
tidak hanya berdasarkan pelajaran yang diterima siswa
|
2.
|
Setiap
tes mempunyai prasarat agar siswa menunjukkan “performance” seperti yang
tercantum dalam TIK
|
Tidak
perlu terlebih dahulu menentukan secara pasti performance yang diharapkan
sebelum tes disusun
|
3.
|
Dasar
pertimbangan untuk diterimanya performance tertentu harus berdasarkan pada
kriteria tertentu
|
Dasar
pertimbangan diterimanya performance berdasarkan hasil perolehan nilai yang
didapat oleh siswa
|
4.
|
Mementingkan
butir tes sesuai dengan perilaku (tujuan pembelajaran)
|
Membuat
tes dalam kategori sedang
|
b.
Perbedaan PAP
dan PAN ditinjau dari Standar Performance
No.
|
CRT (PAP)
|
NRT (PAN)
|
1.
|
Standar
performance ditentukan dalam bentuk tingkah laku
|
Standar
performance berdasarkan pada jumlah pertanyaan yang dijawab benar oleh siswa
dihubungkan dengan siswa lain yang menempuh tes tersebut
|
2.
|
Pengukur
performance dalam
menempuh
tes didasarkan pada
standar
performance yang telah
ditetapkan
|
Prestasi
siswa adalah 80% dari siswa lain
|
3.
|
Distribusi
nilai tidak menyerupai kurve normal
|
Penilaian
didasarkan pada apa adanya hasil prestasi siswa
|
4.
|
Didasarkan
pada batas kelulusan (KKM)
|
Perolehan
nilai berdasarkan pada kelompok/kelas
|
c.
Perbedaan PAP
dan PAN ditinjau dari Maksud Tes
No.
|
CRT (PAP)
|
NRT (PAN)
|
|
Dimaksudkan
untuk mengklasifikasikan seseorang, mendiagnosa belajar siswa
|
Untuk
mengadakan seleksi pada individu/membuat rangking
|
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Pengertian KKM dan
cara menentukannya
Kriteria ketuntasan minimal (KKM)
adalah tingkat pencapaian kompetensi dasar mata pelajaran oleh peserta didik
per mata pelajaran.
Cara penentuan KKM:
a. Dengan cara memberikan poin:
No.
|
Kriteria Nilai
|
Nilai
|
||
Tinggi
|
Sedang
|
Rendah
|
||
1
|
Kompleksitas
|
1
|
2
|
3
|
2
|
Daya Dukung
|
3
|
2
|
1
|
3
|
Intake
|
3
|
2
|
1
|
Jika
indikator memiliki kriteria: kompleksitas rendah, daya dukung tinggi dan intake
siswa sedang maka nilai KKM-nya adalah: (3 + 3 + 2) : 9 x 100 = 88,89.
b.
Dengan
memberikan rentang nilai
No.
|
Kriteria Nilai
|
Nilai
|
||
Tinggi
|
Sedang
|
Rendah
|
||
1
|
Kompleksitas
|
50 - 64
|
65 - 80
|
81 -100
|
2
|
Daya Dukung
|
81 -100
|
65 - 80
|
50 - 64
|
3
|
Intake
|
81 -100
|
65 - 80
|
50 - 64
|
Nilai
KKM indikator adalah rata-rata dari nilai ketiga kriteria yang ditentukan.
Contoh: kompleksitas sedang (75), daya dukung tinggi (95), dan intake sedang
(70), maka nilai KKM indikator:(75 + 95 + 70) : 3 = 80.
c.
Jumlahkan nilai setiap komponen, selanjutnya dibagi 3
untuk menentukan KKM setiap KD.
d.
Jumlahkan seluruh KKM KD, selanjutnya dibagi dengan
jumlah KD untuk menentukan KKM mata pelajaran.
2.
Teknik pemberian skor
Penskoran
merupakan langkah pertama dalam proses pengolahan hasil tes. Penskoran adalah
suatu proses pengubahan jawaban-jawaban tes menjadi angka-angka.
Angka-angka
hasil penskoran itu kemudian diubah menjadi nilai-nilai melalui suatu proses
pengolahan tertentu. Penggunaan simbol untuk menyatakan nilai-nilai itu ada
yang dengan angka, seperti angka dengan rentangan 0 – 10, 0 – 100, 0 – 4, dan
ada pula yang dengan huruf A, B, C, D, dan E (Ngalim
Purwanto, 1994:70). Cara
menskor hasil tes biasanya disesuaikan dengan bentuk soal-soal tes yang dipergunakan,
apakah tes objektif atau tes essay, atau dengan bentuk lain.
3.
Perbedaan PAN
dan PAP
Perbedaan PAN dan PAP ditinjau
dari Pengembangan Tes
No.
|
NRT (PAN)
|
CRT (PAP)
|
5.
|
Soal tes
tidak hanya berdasarkan pelajaran yang diterima siswa
|
CRT
hanya terdiri dari soal-soal tes yang didasarkan pada tujuan khusus
pembelajaran
|
6.
|
Tidak
perlu terlebih dahulu menentukan secara pasti performance yang diharapkan
sebelum tes disusun
|
Setiap
tes mempunyai prasarat agar siswa menunjukkan “performance” seperti yang
tercantum dalam TIK
|
7.
|
Dasar
pertimbangan diterimanya performance berdasarkan hasil perolehan nilai yang
didapat oleh siswa
|
Dasar
pertimbangan untuk diterimanya performance tertentu harus berdasarkan pada
kriteria tertentu
|
8.
|
Membuat
tes dalam kategori sedang
|
Mementingkan
butir tes sesuai dengan perilaku (tujuan pembelajaran)
|
B. Saran
Untuk Pendidik
Sebaiknya perlu memahami dan melatih
diri dalam pemberian skor dan sistem penilaian agar lebeih berkopeten dalam
belajar mengajar.
Untuk Mahasiswa
Sebagai calaon pendidik, mahasiswa
harus memahami dan berlatih untuk
pensekoran dan penilaian agar diwaktu menjadi guru kelak tidak bimbang terhadap
tata cara penilaian yang hendak dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Zainal. 2009.
Evaluasi Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Arikunto, Suharsimi.
2009. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: BT Bumi Aksara.
Purwanto, Ngalim. 1994.
Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
shukraan .. wasaeadt hadhih almaddat li fi sinaeat alwaraq
BalasHapus