kalender

Senin, 17 Oktober 2016

MAKALAH LANDASAN PENGEMBANGAN KURIKULUM PAI

MAKALAH

“LANDASAN PENGEMBANGAN KURIKULUM”

MAKALAH INI DISUSUN SEBAGAI TUGAS
MATA KULIAH PENGEMBANGAN KURIKULUM PAI

DOSEN PENGAMPU: MARLINA, M.Pd.I






DISUSUN OLEH             : MITA NURHABIBAH
NIM                                   : 14723023
PROGRAM STUDI         : PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEMESTER                     : V (LIMA)



SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN NURUL HUDA TANAH MERAH KAMPUS C
2016 M/1438 H
KATA PENGANTAR

بسم الله الرحمن الحيم

Alhamdulillah puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah–Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Landasan Pengembangan Kurikulum PAI ini.
Dalam penyusunan makalah ini, dengan kerja keras dan dukungan dari berbagai pihak, saya telah berusaha untuk  dapat memberikan yang terbaik dan sesuai dengan harapan, walaupun di dalam pembuatannya saya menghadapi kesulitan, karena keterbasan ilmu  pengetahuan dan  keterampilan yang saya miliki.
Ucapan terima kasih dan rasa penghargaan saya berikan kepada semua pihak yang telah membantu serta membimbing sehingga tersusunnya makalah ini, khususnya: 
1.      Ibu Marlina, M.Pd.I. selaku dosen pembimbing mata kuliah Pengembangan Kurikulum PAI.
2.      Teman-teman yang telah memberikan dukungan dan dorongan kepada saya.
Saya menyadari masih banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan dalam menyusun makalah ini. Untuk itu kritik dan saran yang membangun saya harapkan, agar dikemudian hari saya dapat menyusun dengan lebih baik, dan saya minta maaf atas kekurangan, walau demikian saya berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca. Aamiin.
                                                                     
 Tanah Merah, Oktober 2016

                                                                                                        Penyusun


DAFTAR ISI


HALAMAN JUDUL..............................................................................................   i
KATA PENGANTAR............................................................................................ ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang............................................................................................ 1
B.     Rumusan Masalah....................................................................................... 2
C.     Tujuan.......................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A.    Hakekat Kurikulum PAI............................................................................. 3
B.     Pengertian Landasan KurikulumPAI.......................................................... 4
C.     Landasan Pengembangan Kurikulum PAI.................................................. 5
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan.................................................................................................. 15
DAFTAR PUSTAKA


BAB I
PENDAHULUAN
                                                                                                                 

A.    Latar Belakang
Kurikulum sebagai sebuah rancangan pendidikan mempunnyai kedudukan yang sangat strategis dalam seluruh aspek kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya peranan kurikulum didalam pendidikan dan dalam perkembangan kehidupan manusia, maka dalam penyusunan kurikulum tidak bisa dilakukan tanpa menggunakan landasan yang kokoh dan kuat.
Landasan pengembangan kurikulum tidak hanya diperlukan bagi para penyusun kurikulum atau kurikulum tertulis yang sering disebut juga sebagai kurikulum ideal, akan tetapi terutama harus dipahami dan dijadikan dasar pertimbangan oleh para pelaksana kurikulum yaitu para pengawas pendidikan dan para guru serta pihak-pihak lain yang terkait dengan tugas-tugas pengelolaan pendidikan, sebagai bahan untuk dijadikan instrument dalam melakukan pembinaan terhadap implementasi kurikulum disetiap jenjang pendidikan. Penyusunan dan pengembangan kurikulum tidak bisa dilakukan secara sembarangan. Dibutuhkan berbagai landasan yang kuat agar mampu dijadikan dasar pijakan dalam melakukan proses penyelenggaraan pendidikan, sehingga dapat memfasilitasi tercapainya sasaran pendidikan dan pembelajaran secara lebih efektif dan efisien.
Oleh karena itu kurikulum dalam pendidikan perlu mempunyai perhatian yang besar baik bagi pemerintah sebagai penanggung jawab umum atau pihak sekolah yang turun langsung mengimplementasikan kurikulum tersebut ke peserta didik, dengan berlandaskan pada teologis, filosofis, psikologis, sosiologis dan sosio-budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi serta bersifat dinamis agar tujuan pendidikan bisa tercapai sesuai dengan yang diharapkan.



B.     Rumusan Masalah

1.      Apa Hakekat Kurikulum PAI?
2.      Apa Pengertian Landasan Kurikulum PAI?
3.      Apa Landasan Pengembangan Kurikulum PAI?

C.    Tujuan
1.      Untuk Mengetahui Hakekat Kurikulum PAI.
2.      Untuk Mengetahui Pengertian Landasan Kurikulum PAI.
3.      Untuk Mengetahui Landasan Pengembangan Kurikulum PAI.



BAB II
PEMBAHASAN


A.    Hakekat Kurikulum PAI
Kurikulum bukan berasal dari bahasa Indonesia, tetapi berasal dari bahasa Latin yang kata dasarnya adalah currere, secara harfiah berarti lapangan perlombaan lari. Lapangan tersebut ada batas start dan batas finish. Namun dalam kesehariannya banyak yang mengartikan bahwa kurikulum adalah rencana pendidikan, mata pelajaran yang diajarkan di sekolah, dan yang populernya yaitu “the of a school is all experiences that pupils have under the guadience of the school” yaitu segala pengalaman anak di sekolah di bawah bimbingan sekolah. Definisi yang mirip seperti itu diberikan antara lain oleh Harold Alberty, John Kerr dan lain-lain.[1]
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran dalam mencapai tujuan pendidikan tertentu.[2]
Kurikulum merupakan program pendidikan bukan program pengajaran, yaitu program yang direncanakan, diprogramkan dan dirancangkan yang berisi berbagai bahan ajar dan pengalaman belajar baik yang berasal dari waktu lalu, sekarang maupun yang akan datang. Berbagai bahan ajar tersebut direncanakan secara sistemik, artinya direncanakan dengan memperhatikan keterlibatan berbagai faktor pendidikan secara harmonis. Berbagai bahan ajar yang di rancang tersebut harus sesuia dengan norma-norma yang berlaku sekarang.
Jadi, kurikulum ialah: suatu program pendidikan yang berisikan berbagi bahan ajar dan penglman belajar yng diprogramkan, direncanakan dan dirancangkan secara sistemik atas dasar norma-norma yang berlaku yang dijadikan pedoman dalam proses pembelajaran bagi tenaga kependidikan dan peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan.[3]

B.     Pengertian Landasan Kurikulum PAI
Pengertian landasan Menurut Hornby c. s. dalam “The anvance leaner’s dictionari of current English” mengemukakan definisi landasan sebagai berikut : “faoundation …. that on which an idea or belief rest an underlying principle’s as the foundations of religious belief the basis or starting point…”. Jadi menurut Hornby, landasan adalah suatu gagasan atau kepercayaan yang menjadi sandaran, sesuatu prinsip yang mendasari sesuatu. Contohnya dalam agama Islam yang menjadi landasan utama umat muslim dalam melaksanakan ibadah kepada Allah SWT adalah al-qur’an dan sunnah. Jadi, landasan kurikulum dapat diartikan sebagai suatu gagasan atau prinsip yang bersumber dari kepercayaan dan menjadi sandaran atau pijakan untuk pengembangan kurikulum yang dinamis.[4]
Landasan pengembangan kurikulum memiliki peranan yang sangat signifikan, sehingga apabila kurikulum diibaratkan sebagai sebuah bangunan gedung atau rumah yang tidak menggunakan landasan atau pondasi yang kuat, maka ketika diterpa angin atau terjadi goncangan yang kencang, bangunan tersebut akan mudah roboh. Demikian pula dengan halnya kurikulum, apabila tidak memiliki dasar pijakan yang kuat, maka kurikulum terebut akan mudah terombang-ambing dan yang menjadi taruhannya adalah manusia sebagai peserta didik yang dihasilkan oleh pendidik itu sendiri.
Ada beberapa landasan utama dalam pengembangan suatu kurikulum diantaranya Robert S. zais mengemukakan empat landasan pengembangan kurikulum, yaitu : “Philosopy and nature of knowledge, society and culture, the individual dan learning theory”.  Sedangkan S. Nasution berpendapat dalam bukunya “ Pengembangan Kurikulum” yaitu asas filosofis yang pada hakikatnya menentukan tujuan umum pendidikan, asas sosiologis yang memberikan dasar untuk menentukan apa yang akan dipelajari sesuai dengan kebutuhan masyarakat, kebudayaan, dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, asas organisatoris yang memberikan dasar-dasar dalam bentuk bagaimana bahan pelajaran itu disusun, bagaimana luas dan urutannya dan asas  psikologis yang memberikan prinsip-prinsip tentang perkembangan anak dalam berbagai aspek serta caranya belajar agar bahan yang disediakan dapat dicernakan dan dikuasai oleh anak sesuai dengan taraf perkembangnnya.
Landasan itu sama dengan dasar-dasar. Seringkali istilah pembinaan dan pengembangan dalam pemakaiannya menyatu dan kabur. Pembinaan menunjukkan pengertian bahwa suatu upaya atau kegiatan mempertahankan, penyempurnaan dan perbaikan yang telah ada dianggap baik berdasarkan suatu ukuran/kriteria tertentu mencapai sasaran yang diharapkan. Sedangkan Pengembangan di sini menunjukkan pada kegiatan yang menghasilkan alat, sistem atau cara baru melalui langkah-langkah penyusunan, pelaksanaan dan penyempurnaan atas dasar penilaian yang dilakukan selama kegiatan pengembangan tersebut.[5]
Dengan demikian landasan kurikulum dapat diartikan sebagai suatu gagasan, landasan, suatu asumsi, atau prinsip yang menjadi sandaran atau titik tolak dalam mengembangkan kurikulum.

C.    Landasan Pengembangan Kurikulum PAI
Landasan Pengembangan kurikulum Pendidikan Agama Islam di sekolah, pada hakikatnya adalah faktor yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan oleh para pengembang kurikulum ketika hendak mengembangkan atau merencanakan  suatu kurikulum lembaga pendidikan. Landasan-landasan  tersebut antara lain :
1.      Landasan Teologis (Agama)
Dasar teologis adalah dasar yang ditetapkan nialai-nilai ilahi yang terdapat pada Al-Qur’an dan As-Sunnah yang merupakan nilai yang kebenarannya mutlak dan universal.
Prinsip dalam pendidikan Islam tentang penyusunan kurikulum menghendaki keterkaitannya dengan sumber pokok agama yaitu al-Qur’an dan Hadis. Prinsip yang ditetapkan Allah SWT. dan diperintahkan Rasulullah Saw. berikut ini dapat dijadikan pegangan dasar kurikulum tersebut:
a.       “Carilah segala apa yang telah dikaruniakan Allah kepadamu mengenai kehidupan di akhirat dan janganlah kamu melupakan nasib hidupmu di dunia dan berbuatlah kebaikan sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu”. (Q.S. Al-Qisas : 77)
b.      Sabda Rasulullah : Barangsiapa yang menginginkan dunia, maka hendaklah ia menguasai ilmunya dan barang siapa menghendaki akhirat (kebahagiaan hidup di akhirat) hendaklah ia menguasai ilmunya, dan barangsiapa menghendaki keduanya, maka hendaklah ia menguasai ilmu keduanya. (Hadist Nabi).
Dari dasar-dasar kurikulum tersebut diaplikasikan dalam kurikulum pendidikan formal yang terdapat pada kurikulum pendidikan agama Islam. Merujuk kurikulum pendidikan formal yang terdapat di sekolah dan madrasah di Indonesia, maka batasan atau konsep kurikulum mengacu pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional.
Dasar kurikulum secara umum dapat ditarik secara khusus ke dalam kurikulum Pendidikan Agama Islam yang tentunya al-Qur’an sebagai dasar pokoknya.
Dalam mengembangkan kurikulum sebaiknya berlandaskan pada Pancasila terutama sila ke satu “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Di Indonesia menyatakan bahwa kepercayaan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing individu. Dalam kehidupan, dikembangkan sikap saling menghormati dan bekerjasama antara pemeluk-pemeluk agama dan penganut-penganut kepercayaan yang berbeda-beda, sehingga dapat terbina kehidupan yang rukun dan damai.[6]

2.      Landasan Filosofis
Landasan adalah salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam pembuatan sesuatu, atau sering disebut dengan dasar-dasar. Sedangkan filosofi secara harfiah berarti “cinta akan kebijakan” (love of wisdom). Secara akademik, filsafat berarti upaya untuk menggambarkan dan menyatakan suatu pandangan yang sistematis dan komprehensif tentang alam semesta dan kedudukan manusia di dalamnya. Suatu cabang ilmu pengetahuan mengkaji satu bidang pengetahuan manusia, daerah cakupannya terbatas. Filsafat mencakup keseluruhan pengetahuan manusia, berusaha melihat segala yang ada sebagai suatu kesatuan yang menyuruh dan mencoba mengetahui kedudukan manusia didalamnya.
Dasar filosofis dalam pendidikan Islam harus berdasarkan pada wahyu Tuhan dan tuntunan Nabi Saw serta warisan para ulama. Filsafat pendidikan menurut Islam, yakni filsafat pendidikan yang dijiwai oleh ajaran dan nilai-nilai Islam atau yang di pahami dan dikembangkan dari ajaran dan nilai-nilai fundamental yang terkandung dalam sumber dasarnya yaitu Al-Qur’an dan Hadits.[7]
Perumusan tujuan kurikulum sangat terkait erat dengan filsafat yang melandasinya. Jika kurikulum yang dikembangkan menggunakan dasar filsafat klasik (perenialisme, essensialisme, eksistensialisme) sebagai pijakan utamanya maka tujuan kurikulum lebih banyak di arahkan pada pencapaian penguasaan materi dan cenderung menekankan pada upaya pengembangan aspek intelektual atau aspek kognitif. Apabila kurkulum yang diembangkan menggunakan filsafat progresivisme sebagai pijakan utamanya, maka tujuan pendidikan lebih diarahkan pada proses pengembangan dan aktualisasi diri peserta didik dan lebih berorientasi pada  upaya pengembangan aspek afektif.
Pengembangan kurikulum dengan menggunakan filsafat rekontruktivisme sebagai dasar utamanya, maka tujuan pendidikan banyak diarahkan pada upaya pemecahan masalah sosial yang krisial dan kemampuan bekerjasama. Sementara kurikulum yang dikembangkan dengan menggunakan dasar filosofi teknologi pendidikan dan teori pendidikan teknologis, maka tujuan pendidikan lebih di arahkan pada pencapaian kompetensi.[8]

3.      Landasan Psikologis
Dalam proses pendidikan terjadi interaksi antar-individu manusia, yaitu antara peserta didik dengan pendidik dan juga antara peserta didik dengan orang-orang yang lainnya. Manusia berbeda dengan makhluk lainnya, karena kondisi psikologisnya. Manusia berbeda dengan benda atau tanaman, karena benda atau tanaman tidak mempunyai aspek psikologis. Manusia juga lain dari binatang, karena kondisi psikologisnya jauh lebih tinggi tarafnya dan lebih kompleks dibandingkan dengan binatang. Berkat kemampuan-kemampuan psikologis yang lebih tinggi dan kompleks inilah sesungguhnya manusia lebih maju, lebih banyak memiliki kecakapan, pengetahuan, dan keterampilan dibandingkan dengan binatang.
Kondisi psikologis setiap individu berbeda, karena perbedaan tahap perkembangannya, latar belakang social-budaya, juga karena perbedaan faktor-faktor yang dibawa dari kelahirannya. Kondisi ini pun berbeda pula bergantung pada konteks, peranan, dan status individu diantara individu-individu yang lainnya. Interaksi yang tercipta dalam situasi pendidikan harus sesuai dengan kondisi psikologis para peserta didik maupun kondisi pendidiknya.
Jadi, sesuai dengan yang dikemukakan oleh Nana Syaodih Sukmadinata bahwa minimal terdapat dua bidang psikologi yang mendasari pengembangan kurikulum yaitu (1) psikologi perkembangan dan (2) psikologi belajar. Keduanya sangat diperlukan, baik di dalam  merumuskan tujuan, memilih dan menyusun bahan ajar, memilih dan menerapkan  metode pembelajaran serta teknik-teknik penilaian.
Psikologi perkembangan merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu berkenaan dengan perkembangannya. Dalam psikologi perkembangan dikaji tentang hakekat perkembangan, pentahapan perkembangan, aspek-aspek perkembangan, tugas-tugas perkembangan individu, serta hal-hal lainnya yang berhubungan perkembangan individu, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan mendasari pengembangan kurikulum.
Psikologi belajar merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu dalam konteks belajar. Psikologi belajar mengkaji tentang hakekat belajar dan teori-teori belajar, serta berbagai aspek perilaku individu lainnya dalam belajar, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan sekaligus mendasari pengembangan kurikulum.[9]

4.      Landasan Sosial-Budaya
Sosiologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki berbagai gejala sosial hubungan antar individu dengan individu, antar golongan, lembaga sosial yang disebut juga ilmu masyarakat. Didalam kehidupan sehari-hari anak selalu bergaul dengan lingkungan atau dunia sekitar. Dunia sekitar merupakan lingkungan hidup bagi manusia.[10] Pada dasarnya dunia sekitar manusia dapat digolongkan menjadi tiga bagian besar yaitu:
a.       Dunia alam kodrat.
b.      Sekitar benda-benda buatan manusia.
c.       Dunia sekitar masyarakat.
Landasan sosiologis pengembangan kurikulum adalah asumsi-asumsi yang berasal dari sosiologi yang dijadikan titik tolak dalam pengembangan kurikulum. Pendidikan adalah proses sosialisasi melalui interaksi insani menuju manusia yang berbudaya. Pendidikan merupakan proses sosialisasi dan pewarisan budaya dari generasi ke generasi selanjutnya dalam upaya meningkatkan harkat dan martabat manusia, baik sebagai individu, kelompok masyarakat, maupun dalam konteks yang lebih luas yaitu budaya bangsa. Oleh karena itu anak didik dihadapkan pada budaya, dibina dan dikembangkan sesuai dengan nilai budayanya.
Pendidikan sebagai proses budaya adalah upaya membina dan mengembangkan daya cipta, karsa, dan rasa manusia menuju ke peradaban manusia yang lebih luas dan tinggi, yaitu manusia yang berbudaya. Semakin meningkatnya perkembangan sosial budaya manusia, akan menjadikan tuntutan hidup manusia semakin tinggi pula, untuk itu diperlukan kesiapan lembaga pendidikan dalam menjawab segala tantangan yang diakibatkan perkembangan kebudayaan tersebut. Oleh karena itu, sebagai antisipasinya lembaga pendidikan harus menyiapkan anak didik untuk hidup secara wajar sesuai dengan perkembangan sosial budaya masyarakatnya, untuk itu diperlukan inovasi-inovasi pendidikan terutama menyangkut kurikulum.
Kurikulum pendidikan harus disesuaikan dengan kondisi masyarakat saat ini, dan bahkan harus dipersiapkan untuk mengantisipasi kondisi-kondisi yang bakal terjadi, dan hal ini juga menjadi tugas dari seorang guru untuk dapat membina dan melaksanakan kurikulum, agar apa yang diberikan kepada anak didiknya berguna dan relevan dengan kehidupan dalam masyarakat.
Mendidik anak dengan baik hanya mungkin dilakukan jika kita memahami masyarakat tempat ia hidup, karena itu setiap pembina kurikulum harus senantiasa mempelajari keadaan, perkembangan, kegiatan, dan aspirasi masyarakat. Salah satu ciri masyarakat adalah perubahannya yang sangat cepat seiring perkembangan ilmu pengetahuan. Perubahan-perubahan itu secara otomatis memberikan tugas yang lebih luas dan berat kepada lembaga pendidikan, karena anak yang saat ini memasuki sekolah dasar (SD) akan menghadapi dunia yang sangat berbeda dengan masyarakat 15 atau 20 tahun kedepan saat anak tersebut menyelesaikan studinya di universitas misalnya. Perubahan masyarakat mengharuskan kurikulum untuk senantiasa ditinjau kembali. Kurikulum yang baik pada suatu saat, bisa jadi sudah tidak lagi sesuai dalam keadaan yang sudah berubah. Sebagai contoh, dalam kehidupan bermayarakat, anak harus dididik untuk menghargai jasa orang lain, karena di zaman yang semakin maju manusia tidak bisa hidup tanpa bantuan orang lain, begitu pula dalam kehidupan berbangsa, setiap negara tidak bisa lepas dari ketergantungan dengan negara lain, untuk itu anak harus dididik dalam hubungan manusia dengan dunia internasional.
Alasan lain mengapa kurikulum harus berlandaskan sosial budaya adalah bahwa pengajaran akan mencapai hasil sebaik-baiknya bila didasarkan atas interaksi murid dengan sekitarnya. Apa yang dipelajari anak hendaknya hal-hal yang juga terdapat dalam masyarakat, karena itu berguna bagi kehidupan anak sehari-hari. Kurikulum itu seharusnya merupakan sesuatu yang hidup dan dinamis, mengikuti dan turut serta menentukan perkembangan masyarakat di lingkungan sekolah. Dan karena keadaan masyarakat di tiap daerah itu berbeda, maka hendaknya setiap sekolah di daerah diberi kebebasan pada batas tertentu untuk menentukan kurikulum sendiri menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakatnya, dengan pertimbangan hal berikut:
a.       Keadaan fisis lingkungan (iklim, mata pencaharian, luas daerah, topografi daerah, keadaan tanah dan kekayaan alam).
b.      Penduduk (jumlahnya, mata pencahariannya, susunan penduduknya, dan latar belakang pendidikannya).
c.       Organisasi-organisasi masyarakat, manusia tidak hidup sendiri, tetapi membentuk kelompok dan organisasi yang mempunyai tujuan dan problem masing-masing.
Adapun cara menggunakan masyarakat dalam pelajaran adalah dengan hal-hal berikut:
1.      Karyawisata. murid-murid dapat dibawa ke luar kelas untuk mempeajari berbagai hal.
2.      Menggunakan orang sebagai sumber. dalam tiap masyarakat betapapun kecilnya pasti terdapat orang-orang yang mempunyai pengalaman, kecakapan atau pengetahuan yang khusus.
3.      Pengabdian masyarakat. murid diharapkan tidak hanya memperhatikan dan mempelajari, tetapi juga turut serta dalam usaha-usaha memperbaiki keadaan masyarakat.
4.      Pengalaman kerja dalam masyarakat.
Sedangkan tugas yang harus dihadapi oleh para pengembang kurikulum adalah:
a.       Mempelajari dan memahami kebutuhan masyarakat seperti dirumuskan dalam undang-undang, peraturan, keputusn pemerintah, dan sebagainya.
b.      Menganalisis masyarakat tempat sekolah berada.
c.       Menganalisis syarat dan tuntutan terhadap tenaga kerja.
d.      Menginterpretasi kebutuhan individu dalam rangka kepentingan masyarakat.
Pada ahirnya keputusan yang akan diambil tentang kurikulum akan bergantung pada bagaimana para pengembang kurikulum memandang dunia tempat ia hidup, bereaksi terhadap berbagai kebutuhan yang dikemukakan oleh berbagai golongan masyarakat, dan juga oleh falsafah hidup dan pendidikannya.[11]

5.      Landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
Ilmu pengetahuan dan teknologi adalah produk dari kebudayaan. Kebudayaan manusia yang terkait dengan ilmu dan teknologi pada saat ini telah mencapai tingkatan yang sangat tinggi.
Kemajuan cepat dunia dalam bidang informasi dan teknologi dalam dua dasa warsa terakhir telah berpengaruh pada peradaban manusia melebihi jangkauan pemikiran manusia sebelumnya. Pengaruh ini terlihat pada pergeseran tatanan sosial, ekonomi dan politik yang memerlukan keseimbangan baru antara nilai-nilai, pemikiran dan cara-cara kehidupan yang berlaku pada konteks global dan lokal. Selain itu, dalam abad pengetahuan sekarang ini, diperlukan masyarakat yang berpengetahuan melalui belajar sepanjang hayat dengan standar mutu yang tinggi. Sifat pengetahuan dan keterampilan yang harus dikuasai masyarakat sangat beragam dan canggih, sehingga diperlukan kurikulum yang disertai dengan kemampuan meta-kognisi dan kompetensi untuk berfikir dan belajar bagaimana belajar (learning to learn) dalam mengakses, memilih dan menilai pengetahuan, serta mengatasi siatuasi yang ambigu dan antisipatif terhadap ketidak pastian. Perkembangan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, terutama dalam bidang transportasi dan komunikasi telah mampu merubah tatanan kehidupan manusia.
Perkembangan IPTEK, baik secara langsung maupun tidak langsung menuntut perkembangan pendidikan. Pengaruh langsung perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah memberikan isi atau materi atau bahan yang akan disampaikan dalam pendidikan. Pengaruh tak langsung adalah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknolgi menyebabkan perkembangan masyarakat, dan perkembangan masyarakat menimbulkan problem baru yang menuntut pemecahan dengan pengetahuan, kemampuan, keterampilan baru yang dikembangkan dalam pendidikan. Oleh karena itu, kurikulum seyogyanya dapat mengakomodir dan mengantisipasi laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga peserta didik dapat mengimbangi dan sekaligus mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kemaslahatan dan kelangsungan hidup manusia.
Seiring dengan perkembangan pemikiran manusia, dewasa ini banyak dihasilkan temuan-temuan baru dalam  berbagai bidang kehidupan manusia seperti kehidupan sosial, ekonomi, budaya, politik, dan kehidupan lainnya.  Ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) bukan menjadi monopoli suatu bangsa atau kelompok tertentu.  Baik secara langsung maupun tidak langsung perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut berpengaruh  pula terhadap pendidikan. Perkembangan teknologi industri mempunyai hubungan timbal-balik dengan pendidikan. Industri dengan teknologi maju memproduksi berbagai macam alat-alat dan bahan yang secara langsung atau tidak langsung dibutuhkan dalam pendidikan dan sekaligus menuntut sumber daya manusia yang handal untuk mengaplikasikannya.
Kegiatan pendidikan membutuhkan dukungan dari penggunaan alat-alat hasil industri seperti televisi, radio, video, komputer, dan peralatan lainnya. Penggunaan alat-alat yang dibutuhkan untuk menunjang pelaksanaan program pendidikan, apalagi disaat perkembangan produk teknologi komunikasi yang semakin canggih, menuntut pengetahuan dan keterampilan serta kecakapan yang memadai  dari para  guru dan pelaksana program pendidikan lainnya. Mengingat pendidikan merupakan upaya menyiapkan siswa menghadapi masa depan dan perubahan masyarakat yang semakin pesat termasuk di dalamnya perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka pengembangan kurikulum haruslah berlandaskan pada ilmu pengetahuan dan teknologi.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi secara langsung berimplikasi terhadap pengembangan kurikulum yang didalamnya mencakup pengembangan isi/materi pendidikan, penggunaan strategi dan media pembelajaran, serta penggunaan system evaluasi. Secara tidak langsung menuntut dunia pendidikan untuk dapat membekali peserta didik agar memiliki kemampuan memecahkan masalah yang dihadapi sebagai pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain itu perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi juga dimanfaatkan untuk memecahkan masalah pendidikan.[12]



BAB III
PENUTUP


A.    Kesimpulan
Landasan Kurikulum dapat diartikan sebagai suatu gagasan, landasan, suatu asumsi, atau prinsip yang menjadi sandaran atau titik tolak dalam mengembangkan kurikulum.
Ada  empat landasan pokok yang harus dijadikan dasar dalam setiap pengembangan kurikulum, yaitu:
Landasan Teologis, adalah dasar yang ditetapkan nialai-nilai ilahi yang terdapat pada Al-Qur’an dan As-Sunnah yang merupakan nilai yang kebenarannya mutlak dan universal.
Landasan Filosofis, yaitu asumsi–asumsi tentang hakikat realitas, hakikat manusia, hakikat pengetahuan, dan hakikat nilai yang menjadi titik tolak dalam mengembangkan kurikulum.
Landasan Psikologis, adalah asumsi–asumsi yang bersumber dari psikologi yang dijadikan titik tolak dalam mengembangkan kurikulum. dua bidang psikologi yang mendasari pengembangan kurikulum yaitu (1) psikologi perkembangan (Karakteristik perilaku / pola-pola perkembangan untuk menyesuaikan apa yang dididik dan bagaimana cara mendidik), dan (2) psikologi belajar (Perkembangan belajar melalui proses peniruan, pengingatan, latihan, pembiasaan, pemahaman, penerapan, pemecahan masalah).
Landasan sosiologis adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari sosiologi dan antropologi yang dijadikan titik tolak dalam mengembangkan kurikulum.
Landasan ilmiah dan teknologi, adalah asumsi – asumsi yang bersumber dari hasil-hasil riset atau penelitian dan aplikasi dari ilmu pengetahuan yang menjadi titik tolak dalam mengembangkan kurikulum.



DAFTAR PUSTAKA


Dakir. 2010. Perencanaan & Pengembangan Kurikulum. Jakarta: PT Renika Cipta.
Nik Hariyanti. 2011. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam. Bandung: Alfabeta.




MAKALAH PEMBERIAN SKOR DAN SISTEM PENILAIAN

MAKALAH
“PEMBERIAN SKOR DAN SISTEM PENILAIAN”

MAKALAH INI DISUSUN SEBAGAI TUGAS
MATA KULIAH PENGEMBANGAN SISTEM EVALUASI
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

DOSEN PENGAMPU : MARLINA, M.Pd.I





DISUSUN OLEH:
MITA NURHABIBAH      (NIM : 14723023)
MUSTIKA ARUM             (NIM : 14723028)



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
NURUL HUDA
2016


KATA PENGANTAR

بسم الله الرحمن الحيم

Alhamdulillah puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah–Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Pemberian Skor dan Sistem Penilaian ini.
Dalam penyusunan makalah ini, dengan kerja keras dan dukungan dari berbagai pihak, kami telah berusaha untuk  dapat memberikan yang terbaik dan sesuai dengan harapan, walaupun di dalam pembuatannya kami menghadapi kesulitan, karena keterbasan ilmu  pengetahuan dan  keterampilan yang kami miliki.
Ucapan terima kasih dan rasa penghargaan kami berikan kepada semua pihak yang telah membantu serta membimbing sehingga tersusunnya makalah ini, khususnya: 
1.    Ibu Marlina, M.Pd.I. selaku dosen pembimbing mata kuliah Pengembangan Sistem Evaluasi PAI.
2.    Teman-teman yang telah memberikan dukungan dan dorongan kepada kami.
Kami menyadari masih banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan dalam menyusun makalah ini. Untuk itu kritik dan saran yang membangun kami harapkan, agar dikemudian hari kami dapat menyusun dengan lebih baik, dan kami minta maaf atas kekurangan, walau demikian kami berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca. Aamiin.
                                                                     
 Tanah Merah, April 2016
Penyusun
DAFTAR ISI


Kata pengantar........................................................................................................... i
Daftar isi.................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang.......................................................................................... 1
B.     Rumusan Masalah...................................................................................... 1
C.     Tujuan........................................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN
A.    Kriteria Ketuntasan Minimal..................................................................... 3
B.     Teknik Pemberian Skor.............................................................................. 6
1.      Pemberian skor untuk tes bentuk benar-salah.................................... 7
2.      Pemberian skor untuk tes bentuk jawab singkat................................ 7
3.      Pemberian skor untuk tes bentuk menjodohkan................................. 8
4.      Pemberian skor untuk tes bentuk uraian............................................. 8
5.      Pemberian skor untuk tes bentuk tugas.............................................. 10
6.      Cara Memberi Skor untuk Domain Psikomotor................................. 10
7.      Cara Memberi Skor Skala Sikap (Afektif)......................................... 11
C.     Penilaian Acuan Patokan dan Penilaian Acuan Normatif......................... 11
1.      Penilaian Acuan Patokan.................................................................... 11
2.      Penilaian Acuan Normatif.................................................................. 12
3.      Perbedaan Penilaian Acuan Patokan dan
Penilaian Acuan Normatif.................................................................. 12

BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan................................................................................................ 14
B.     Saran.......................................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA


BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Evaluasi adalah suatu proses merencanakan, memperoleh dan menyediakan informasi yang sangat diperlukan untuk membuat alternatif-alternatif keputusan. Sesuai dengan pengertian tersebut maka setiap kegiatan evaluasi atau penilaian merupakan suatu proses yang sengaja direncanakan untuk memperoleh informasi atau data. Berdasarkan data tersebut kemudian dicoba membuat suatu keputusan. Sudah barang tentu informasi atau data yang dikumpulkan itu haruslah data yang sesuai dan mendukung tujuan evaluasi yang direncanakan.
Dalam hubungan dengan kegiatan pengajaran, evaluasi adalah suatu proses yang sistematis untuk menentukan atau membuat keputusan sampai sejauh mana tujuan-tujuan pengajaran telah dicapai ssiwa.
Dengan kata-kata yang berbeda evaluasi pendidikan ialah penaksiran terhadap pertumbuhan dan kemajuan siswa ke arah tujuan-tujuan atau nilai-nilai yang telah ditetapkan di dalam kurikulum.
Dalam dunia pendidikan pasti dilakukan suatu evaluasi, salah satunya dengan cara tes dikumpulkan dan kemudian dilakukan penilaian dan pemberian skor. Dan dalam makalah ini akan membahas sedikit tentang pemeberian skor dan penilaian.

B.       Rumusan Masalah
1.    Apa pengertian Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) dan bagaimana cara menetukannya?
2.    Bagaimana teknik pemberian skor?
3.    Apa perbedaan Penilaian Acuan Normatif dan Penilaian Acuan Patokan?



C.      Tujuan
1.    Mengetahui  pengertian Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) dan cara menetukannya.
2.    Mengetahui teknik pemberian skor.
3.    Mengetahui perbedaan Penilaian Acuan Normatif dan Penilaian Acuan Patokan.


BAB II
PEMBAHASAN


PEMBERIAN SKOR DAN SISTEM PENILAIAN

A.      Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)
Kriteria ketuntasan minimal (KKM) adalah tingkat pencapaian kompetensi dasar mata pelajaran oleh peserta didik per mata pelajaran.
KKM ditetapkan oleh sekolah pada awal tahun pelajaran dengan memperhatikan:
1.      Tingkat Kompleksitas: kesulitan dan kerumitan setiap Kompetensi Dasar (KD) dan indikator yang harus dicapai oleh peserta didik. 
2.      Daya dukung: ketersedian tenaga, sarana dan prasarana pendidikan, biaya operasional pendidikan, kepedulian stakeholder sekolah, manajemen sekolah.
3.      Intake: (kemampuan rata-rata peserta didik) untuk kelas VII SMP atau kelas X SMA bisa berdasarkan hasil seleksi Penerimaan Peserta didik Baru (PPDB), atau Nilai Ujian Nasional (NUN), nilai raport kelas 6 SD atau IX SMP. Untuk kelas VIII, IX SMP atau kelas XI, XII SMA bisa berdasarkan KKM pada semester atau kelas sebelumnya.
Berdasarkan Permendikbud 81 A tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum dan Pedoman Umum Pembelajaran dinyatakan bahwa.
·      Ketuntasan minimal untuk seluruh kompetensi dasar pada kompetensi pengetahuan dan kompetensi keterampilan yaitu 2.66 (B-)
·      Untuk KD-KD yang terdapat pada KI-3 dan KI-4, peserta didik dinyatakan tuntas belajar apabila pencapaian nilai ≥ 2.66 dari hasil test formatif.
·      Untuk KD pada KI-1 dan KI-2, ketuntasan peserta didik dilihat dari sikap seluruh mata pelajaran, jika jika profil sikap peserta didik secara umum berada pada kategori baik (B) menurut standar yang ditetapkan satuan pendidikan yang bersangkutan maka ia dinyatakan tuntas.
Implikasi dari ketuntasan belajar tersebut adalah sebagai berikut:
a)     Untuk KD pada KI-3 dan KI-4, diberikan remedial individual sesuai dengan kebutuhan peserta didik yang memperoleh nilai kurang dari 2.66.
b)     Untuk KD pada KI-3 dan KI-4, diberikan kesempatan untuk melanjutkan pelajarannya ke KD selanjutnya kepada peserta didik yang memperoleh nilai 2.66 atau lebih dari 2.66
c)     Untuk KD pada KI-3 dan KI-4, diadakan remedial klasikal sesuai dengan kebutuhan apabila lebih dari 75% peserta didik memperoleh nilai kurang dari 2.66
d)     Untuk KD pada KI-1 dan KI-2. Peserta didik yang secara umum profil sikapnya belum berkategori baik, maka dilakukan pembinaan secara holistik (oleh guru kelas, matapelajaran, guru BK, dan orang tua).

Hal yang harus diperhatikan dalam menentukan KKM
1.        Hitung jumlah Kompetensi Dasar (KD) setiap mata pelajaran setiap kelas.
2.        Tentukan kekuatan/nilai untuk setiap aspek/komponen, sesuaikan dengan kemampuan masing-masing aspek:
a)   Aspek Kompleksitas: semakin komplek (sukar) KD maka nilainya semakin rendah tetapi semakin mudah KD maka nilainya semakin tinggi. Tingkat kesulitan materi dipandang dari sudut penguasaan guru terhadap materi tersebut. Semakin baik penguasaan guru terhadap materi semakin kecil tingkat kompleksitasnya.
b)  Aspek Sumber Daya Pendukung: semakin tinggi sumber daya pendukung maka nilainya semakin tinggi.
c)   Aspek Intake: semakin tinggi kemampuan awal siswa (intake) maka nilainya semakin tinggi.
3.        Jumlahkan nilai setiap komponen, selanjutnya dibagi 3 untuk menentukan KKM setiap KD.
4.        Jumlahkan seluruh KKM KD, selanjutnya dibagi dengan jumlah KD untuk menentukan KKM mata pelajaran.
5.        KKM setiap mata pelajaran pada setiap kelas tidak sama tergantung pada kompleksitas KD, daya dukung, dan potensi (Inteks) siswa.
Panduan Konversi skor dari (1-100) ke (1-4)
INTERVAL SKOR
HASIL KONVERSI
PREDIKAT
KRITERIA SIKAP
96-100
4.00
A
SB
91-95
3.66
A-
86-90
3.33
B+
B
81-85
3.00
B
75-80
2.66
B-
70-74
2.33
C+
C
65-69
2.00
C
60-64
1.66
C-
55-59
1.33
D+
K
< 54
1.00
D
Keterangan:  SB: Sangat Baik,   B: Baik,   C: Cukup,   K: Kurang
Cara penentuan KKM:
1.    Dengan cara memberikan poin:
No.
Kriteria Nilai
Nilai
Tinggi
Sedang
Rendah
1
Kompleksitas
1
2
3
2
Daya Dukung
3
2
1
3
Intake
3
2
1







Jika indikator memiliki kriteria: kompleksitas rendah, daya dukung tinggi dan intake siswa sedang maka nilai KKM-nya adalah: (3 + 3 + 2) : 9 x 100 = 88,89.

2.    Dengan memberikan rentang nilai
No.
Kriteria Nilai
Nilai
Tinggi
Sedang
Rendah
1
Kompleksitas
50 - 64
65 - 80
81 -100
2
Daya Dukung
81 -100
65 - 80
50 - 64
3
Intake
81 -100
65 - 80
50 - 64








Nilai KKM indikator adalah rata-rata dari nilai ketiga kriteria yang ditentukan. Contoh: kompleksitas sedang (75), daya dukung tinggi (95), dan intake sedang (70), maka nilai KKM indikator:(75 + 95 + 70) : 3 = 80.

B.       Teknik Pemberian Skor
Penskoran merupakan langkah pertama dalam proses pengolahan hasil tes. Penskoran adalah suatu proses pengubahan jawaban-jawaban tes menjadi angka-angka.
Angka-angka hasil penskoran itu kemudian diubah menjadi nilai-nilai melalui suatu proses pengolahan tertentu. Penggunaan simbol untuk menyatakan nilai-nilai itu ada yang dengan angka, seperti angka dengan rentangan 0 – 10, 0 – 100, 0 – 4, dan ada pula yang dengan huruf A, B, C, D, dan E (Ngalim Purwanto,  1994:70). Cara menskor hasil tes biasanya disesuaikan dengan bentuk soal-soal tes yang dipergunakan, apakah tes objektif atau tes essay, atau dengan bentuk lain.

1.             Pemberian skor untuk tes bentuk benar-salah
Dalam menentukan angka atau skor untuk tes bentuk benar-salah ini kita dapat menggunakan 2 cara, yaitu:
(1) Tanpa denda, dan
(2) Dengan denda.
Tanpa denda adalah banyaknya angka yang diperoleh siswa sebanyak jawaban yang cocok dengan kunci. Sedangkan dnegan denda (karena diragukan ada unsur tebakan), digunakan 2 macam rumus berikut (Zainal Arifin, 2009:225-226).
Pertama, dengan rumus: 
S = R - W
S     = Score
R     = Right
W    = Wrong
Skor yang diperoleh siswa sebanyak jumlah soal yang benar dikurangi dengan jumlah soal yang salah.
Kedua, dengan rumus:
S = T – 2W
  T     = Total, artinya jumlah soal dalam tes


2.    Pemberian skor untuk tes bentuk jawab singkat (short answer test)
Tes bentuk jawab singkat adalah bentuk tes yang menghendaki jawaban berbentuk kata atau kalimat pendek. Maka jawaban untuk tes tersebut tidak boleh berbentuk kalimat-kalimat panjang, tetapi harus sesingkat mungkin dan mengandung satu pengertian. Dengan persyaratan inilah maka bentuk tes ini dpaat digolongkan ke dalam bentuk tes objektif.
Dengan mengingat jawaban yang hanya satu pengertian saja. Maka angka bagi tiap nomor soal mudah ditebak. usaha yang dikeluarkan oleh siswa sedikit, tetapi lebih sulit daripada tes bentuk betul-salah atau pilihan ganda. Dalam tes bentuk ini, sebaiknya tiap soal diberi angka 2 (dua). Tetapi apabila jawabannya bervariasi misalnya lengkap sekali, lengkap, dan kurang lengkap, maka angkanya dapat dibuat bervariasi pula misalnya 2, 1,5, dan 1 (Zainal Arifin,  2009:228-229).

3.    Pemberian skor untuk tes bentuk menjodohkan (matching)
Pada dasarnya tes bentuk menjodohkan adalah tes bentuk pilihan ganda, dimana jawaban-jawaban dijadikan satu, demikian pula pertanyaan-pertanyaannya.
Karena tes bentuk menjodohkan adalah tes bentuk pilihan ganda yang lebih kompleks. Maka angka yang diberikan sebagai imbalan juga harus lebih banyak. Sebagai ancar-ancar dapat ditentukan bahwa angka untuk tiap nomor adalah 2 (dua) (Suharsimi Arikunto,  2009:229-230).

4.    Pemberian skor untuk tes bentuk uraian
Sebelum menyusun sebuah tes uraian sebaiknya kita tentukan terlebih dahulu pokok-pokok jawaban yang kita kehendaki. Dengan demikian, maka akan mempermudah kita dalam mengoreksi tes itu.
Tidak ada jawaban yang pasti terhadap tes bentuk uraian ini. Jawaban yang kita peroleh akan sangat beraneka ragam, beda antara siswa yang satu dengan siswa yang lain. Langkah-langkah pemberian skornya adalah:
1)        Membaca soal pertama dari seluruh siswa untuk memperoleh gambaran mengenai lengkap tidaknya jawaban yang diberikan siswa secara keseluruhan.
2)        Menentukan angka untuk soal pertama tersebut. Misalnya jika jawabannya lengkap diberi angka 5, kurang sedikit diberi angka 4, begitu seterusnya.
3)        Mengulangi langkah-langkah tersebut untuk soal tes kedua, ketiga, dan seterusnya.
4)        Menjumlahkan angka-angka yang diperoleh oleh masing-masing siswa untuk tes bentuk uraian.
Alternatif kedua untuk pemberian skor pada tes bentuk uraian adalah dengan menggunakan cara pemberian angka yang relatif. Misalnya untuk sesuatu nomor soal jawaban yang paling lengkap hanya mengandung 3 unsur, padahal yang kita kita menghendaki 5 unsur, maka kepada jawaban yang paling lengkap itulah kita berikan angka 5, sedangkan yang menjawab hanya 2 atau 1 unsur, kita beri angka lebih sedikit, yaitu misalnya 3,5; 2; 1,5; dan seterusnya.
Apa yang telah diterangkan di atas ini adalah cara memberikan angka dengan menggunakan atau mendasarkan pada norma kelompok(norm referenced test). Apabila dalam memberikan angka menggunakan atau mendasarkan pada standar mutlak (Criterion referenced test), maka langkah-langkahnya adalah:
1)        Membaca setiap jawaban yang diberikan oleh siswa dan dibandingkan dengan kunci jawaban yang telah disusun.
2)        Membubuhkan skor di sebelah kiri setiap jawaban. Ini dilakukan per nomor soal.
3)        Menjumlahkan skor-skor yang telah dituliskan pada setiap soal.
Dengan cara ini maka skor yang diperoleh siswa tidak dibandingkan dnegan jawaban paling lengkap yang diberikan oleh siswa lain, tetapi dibandingkan dengan jawaban lengkap yang dikehendaki dan sudah ditentukan oleh guru (Suharsimi Arikunto, 2009:230-232).

5.    Pemberian skor untuk tes bentuk tugas (Suharsimi Arikunto, 2009:234-235)
Tolak ukur yang digunakan sebagai ukuran keberhasilan tugas adalah:
1)        Ketepatan waktu
2)        Bentuk fisik pengerjaan tugas yang menandkan keseriusan dalam mengerjakan tugas.
3)        Sistematika yang menunjukkan alur keruntutan pikiran.
4)        Kelengkapan isi menyangkut ketuntasan penyelesaian dan kepadatan isi.
5)        Mutu hasil tugas, yaitu kesesuaian hasil dengan garis-garis yang sudah ditentukan oleh guru.
Dalam mempertimbangkan nilai akhir perlu dipikirkan peranan masing-masing aspek kriteria tersebut, misalnya:
  - Ketepatan waktu, diberi bobot 2
  - Bentu fisik, diberi bobot 1
  - Sistematika, diberi bobot 3
  - Kelengkapan isi, diberi bobot 3
  - Mutu hasil, diberi bobot 3
Maka nilai akhir untuk tugas tersebut diberikan rumus:
NAT = NAT adalah Nilai Akhir Tugas

6.    Cara Memberi Skor untuk Domain Psikomotor
Dalam domain psikomotor, pada umumnya yang diukur adalah penampilan atau kinerja. Untuk mengukurnya, guru dapat menggunakan tes tindakan melalui simulasi, unjuk kerja atau tes identifikasi. Salah satu instrument yang dapat digunakan adalah skala penilaian yang terentang dari Sangat Baik (5), Baik (4), Cukup (3), Kurang Baik (2), sampai dengan Tidak Baik (1).

7.    Cara Memberi Skor Skala Sikap (Afektif)
Untuk mengukur sikap dan minat belajar siswa, guru dapat menggunakan alat penilaian model skala, seperti sikap dan skala minat. Skala sikap dapat menggunakan lima skala, yaitu; Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Tahu (TT), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Skala yang digunakan 5,4,3,2,1 (untuk pernyataan positif) dan 1,2,3,4,5 (untuk pernyataan negative). Begitupun dengan skala minat, guru dapat menggunakan lima skala, seperti Sangat Berminat (SB), Berminat (B), Sama Saja (SS), Kurang Berminat  (KB), dan Tidak Berminat (TB).

C.      Penilaian Acuan Patokan dan Penilaian Acuan Normatif
Sesudah evaluasi sumatif dibuat, guru biasnya menetapkan nilai, skor, atau grade hasil kerja siswa. Guru sering merasa puas dalam menetapkan skor para siswa yang diajarnya, tetapi juga tidak jarang, ia menggerutu atau kecewa, karena hasil belajar para siswanya ternyata banyak yang jeblok atau di bawah rerata skor yang telah ditetapkan. Dalam memutuskan skor atau grade hasil belajar, para guru biasanya akan memilih satu diantara dua dasar penilaian, yaitu:
1)   Prosedur acuan patokan (criterion referenced procedure)
2)   Prosedur acuan normatif (norm referenced procedure)

1.      Penilaian Acuan Patokan
 Penilaian Acuan Patokan (PAP) juga sering disebut criterion evaluationmerupakan pengukuran lain dengan menggunakan acuan beda. Dalam pengukuran ini penampilan siswa dikomparasikan dengan kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dalam tujuan instruksional, bukan dengan penampilan siswa lain. Keberhasilan siswa dalam prosedur acuan patokan tergantung pada penguasaan materi atas kriteria yang telah dijabarkan dalam item-item pertanyaan guna mendukung tujuan instruksional (M.Sukardi, 2015:59).

2.         Penilaian Acuan Normatif
Penilaian Acuan Normatif (PAN) merupakan pendekatan klasik, karena tampilan pencapaian hasil belajar siswa pada suatu tes dibandingkan dengan penampilan siswa lain yang mengikuti tes yang sama. Pengukuran ini digunakan sebagai metode pengukuran yang menggunakan prinsip belajar kompetitif. Menurut prinsip pengukuran normatif, tes baku pencapaian diadministrasi dan penampilan baku normatif dikalkulasi untuk kelompok-kelompok pengambil tes yang bervariasi. Skor yang dihasilkan siswa dalam tes yang sama dibandingkan dengan hasil populasi atau hasil keseluruhan yang telah dibakukan.
Guru kelas kemudian mengikuti asas yang sama, mengukur pencapaian hasil belajar seorang siswa, dengan tetap membandingkan terhadap siswa lain dalam tes yang sama. Seperti dalam evaluasi empiris, guru melakukan pengukuran, mengadministrasi tes, menghitung skor, merangking skor, dari tes tertinggi sampai yang terendah, menentukan skor rerata menentukan simpangan baku dan variannya.
Dalam menentukan asas normatif ini, guru kemudian membuat semua grade untuk semua siswa dengan mengaitkannya dengan nilai atau grade C dan simpangan baku kelas. Pada tes yang tidak dibakukan, siswa pada posisi rerata yang digunakan sebagai acuan dengan penempatan grade yang diperoleh masing-masing siswa (M. Sukardi, 2015:59).

3.      Perbedaan PAN dan PAP didasarkan atas 3 kriteria:
a.        Perbedaan PAP dan PAN ditinjau dari Pengembangan Tes
No.
CRT (PAP)
NRT (PAN)
1.     
CRT hanya terdiri dari soal-soal tes yang didasarkan pada tujuan khusus pembelajaran
Soal tes tidak hanya berdasarkan pelajaran yang diterima siswa
2.     
Setiap tes mempunyai prasarat agar siswa menunjukkan “performance” seperti yang tercantum dalam TIK
Tidak perlu terlebih dahulu menentukan secara pasti performance yang diharapkan sebelum tes disusun
3.     
Dasar pertimbangan untuk diterimanya performance tertentu harus berdasarkan pada kriteria tertentu
Dasar pertimbangan diterimanya performance berdasarkan hasil perolehan nilai yang didapat oleh siswa
4.     
Mementingkan butir tes sesuai dengan perilaku (tujuan pembelajaran)

Membuat tes dalam kategori sedang


b.        Perbedaan PAP dan PAN ditinjau dari Standar Performance

No.
CRT (PAP)
NRT (PAN)
1.         
Standar performance ditentukan dalam bentuk tingkah laku
Standar performance berdasarkan pada jumlah pertanyaan yang dijawab benar oleh siswa dihubungkan dengan siswa lain yang menempuh tes tersebut
2.         
Pengukur performance dalam
menempuh tes didasarkan pada
standar performance yang telah
ditetapkan
Prestasi siswa adalah 80% dari siswa lain
3.         
Distribusi nilai tidak menyerupai kurve normal
Penilaian didasarkan pada apa adanya hasil prestasi siswa
4.         
Didasarkan pada batas kelulusan (KKM)
Perolehan nilai berdasarkan pada kelompok/kelas

















 


c.         Perbedaan PAP dan PAN ditinjau dari Maksud Tes
No.
CRT (PAP)
NRT (PAN)

Dimaksudkan untuk mengklasifikasikan seseorang, mendiagnosa belajar siswa
Untuk mengadakan seleksi pada individu/membuat rangking

 
BAB III
PENUTUP


A.      Kesimpulan
1.         Pengertian KKM dan cara menentukannya
Kriteria ketuntasan minimal (KKM) adalah tingkat pencapaian kompetensi dasar mata pelajaran oleh peserta didik per mata pelajaran.
Cara penentuan KKM:
a.    Dengan cara memberikan poin:
No.
Kriteria Nilai
Nilai
Tinggi
Sedang
Rendah
1
Kompleksitas
1
2
3
2
Daya Dukung
3
2
1
3
Intake
3
2
1






Jika indikator memiliki kriteria: kompleksitas rendah, daya dukung tinggi dan intake siswa sedang maka nilai KKM-nya adalah: (3 + 3 + 2) : 9 x 100 = 88,89.

b.    Dengan memberikan rentang nilai
No.
Kriteria Nilai
Nilai
Tinggi
Sedang
Rendah
1
Kompleksitas
50 - 64
65 - 80
81 -100
2
Daya Dukung
81 -100
65 - 80
50 - 64
3
Intake
81 -100
65 - 80
50 - 64








Nilai KKM indikator adalah rata-rata dari nilai ketiga kriteria yang ditentukan. Contoh: kompleksitas sedang (75), daya dukung tinggi (95), dan intake sedang (70), maka nilai KKM indikator:(75 + 95 + 70) : 3 = 80.

c.      Jumlahkan nilai setiap komponen, selanjutnya dibagi 3 untuk menentukan KKM setiap KD.
d.      Jumlahkan seluruh KKM KD, selanjutnya dibagi dengan jumlah KD untuk menentukan KKM mata pelajaran.

2.      Teknik pemberian skor
Penskoran merupakan langkah pertama dalam proses pengolahan hasil tes. Penskoran adalah suatu proses pengubahan jawaban-jawaban tes menjadi angka-angka.
Angka-angka hasil penskoran itu kemudian diubah menjadi nilai-nilai melalui suatu proses pengolahan tertentu. Penggunaan simbol untuk menyatakan nilai-nilai itu ada yang dengan angka, seperti angka dengan rentangan 0 – 10, 0 – 100, 0 – 4, dan ada pula yang dengan huruf A, B, C, D, dan E (Ngalim Purwanto,  1994:70). Cara menskor hasil tes biasanya disesuaikan dengan bentuk soal-soal tes yang dipergunakan, apakah tes objektif atau tes essay, atau dengan bentuk lain.

3.      Perbedaan PAN dan PAP
Perbedaan PAN dan PAP ditinjau dari Pengembangan Tes
No.
NRT (PAN)
CRT (PAP)
5.     
Soal tes tidak hanya berdasarkan pelajaran yang diterima siswa
CRT hanya terdiri dari soal-soal tes yang didasarkan pada tujuan khusus pembelajaran
6.     
Tidak perlu terlebih dahulu menentukan secara pasti performance yang diharapkan sebelum tes disusun
Setiap tes mempunyai prasarat agar siswa menunjukkan “performance” seperti yang tercantum dalam TIK
7.     
Dasar pertimbangan diterimanya performance berdasarkan hasil perolehan nilai yang didapat oleh siswa
Dasar pertimbangan untuk diterimanya performance tertentu harus berdasarkan pada kriteria tertentu
8.     
Membuat tes dalam kategori sedang
Mementingkan butir tes sesuai dengan perilaku (tujuan pembelajaran)



B.       Saran
Untuk Pendidik
Sebaiknya perlu memahami dan melatih diri dalam pemberian skor dan sistem penilaian agar lebeih berkopeten dalam belajar mengajar.

Untuk Mahasiswa
Sebagai calaon pendidik, mahasiswa harus memahami dan  berlatih untuk pensekoran dan penilaian agar diwaktu menjadi guru kelak tidak bimbang terhadap tata cara penilaian yang hendak dilakukan.



DAFTAR PUSTAKA

 

Arifin, Zainal. 2009. Evaluasi Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Arikunto, Suharsimi. 2009. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: BT Bumi Aksara.
Purwanto, Ngalim. 1994.  Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Salinan Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 81A Tahun 2013.

Sukardi, M. 2015. Evaluasi Pendidikan (Prinsip dan Operasionalnya). Cet. 8. Jakarta: Bumi Aksara.